Syaikh Amin Al-Haj Muhammad Ahmad
Rois Rabithah Ulama dan Da’I Dunia
Penerjemah : Abu Ayyash Al-Ahmady
Mahasiswa S1 Dirasah Islamiyah IUA
Khartoum-Sudan.
Segala puja dan puji bagi Allah Subhanahu Wata’ala yang telah memuliakan wanita dan menjaganya dengan
memerintahkan kepada mereka berjaga diri dari ikhtilath[1] ,bertabarruj[2], dan sufur[3]. Dan Allah bersabda:
و قرن في بيوتكن ولا تبرجن تبرج الجاهلية الأولى
Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu (Q.S Al-Ahzab 33)
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam berkata kepada para Istri-istrinya yang merupakan suri tauladan bagi wanita di muka bumi, seusai menunaikan haji Wada’ : “Inilah hari berdiam diri (dirumah-rumah)[4] (Al-hadits)”. Semoga Allah meridhoi Ummil mukminin Saudah dan Zainab tatkala mematuhi perintah ini seraya berkata: “ Demi (Allah) yang mengutusmu dengan kebenaran, janganlah engkau menggerakkan kami setelah ini. Perawi berkata: Maka mereka berdua tidak keluar (dari rumah) kecuali tatkala wafat, menuju ke liang kubur.
Apakah engkau tahu, Saudariku? Bahwa Rasulmu berkata, dan perkataannya merupakan sebuah kebenaran: “ Dua golongan Ahli neraka yang belum aku lihat sebelumnya: Golongan (penguasa) ditangannya cambuk seperti ekor sapi yang digunakan untuk memukul manusia, dan golongan wanita yang berpakaian tapi telanjang lagi menggoda (orang lain), condong kepalanya seperti punuk onta mereka tidak masuk syurga dan tidak pula mencium aromanya, walaupun aroma itu dapat dicium dari jarak yang jauh (H.R Muslim, Kitab berpakaian) Ketahuilah, saudariku! Bahwa tubuh wanita seluruhnya adalah aurat, dari ujung kepala hingga ke-ujung kaki. Allah Ta’ala menginginkan kebaikan padamu, dan menjauhkanmu dari kejelekan dengan menjadikan rumah sebagai hijabmu yang pertama.
Maka inilah nasehatku untukmu, layaknya seorang Ayah yang menaruh belas kasih pada anaknya, ataupun saudaramu yang takut harga dirimu ternista. Dan demi kesimpatianmu terhadap agama dan duniamu dengan hijab yang saat ini kau kenakan, yang insyaAllah menjadi hijab (penghalang) dari panas api neraka.
Rumah Sebagai Hijab Pertama.
Hukum asal bagi kaum wanita adalah tinggal di rumah, dan tidak keluar darinya kecuali dalam keadaan terpaksa dan darurat. Menetapnya wanita dalam rumah merupakan kemuliaan, sedangkan keluarnya wanita dari rumah itu adalah rukhshoh yang dibatasi dengan aturan syariat. Maka rumah merupakan hijab pertama sebagaimana yang telah dilakukan oleh teladan kita para salafus shaleh dahulu.
Namun hal itu kini berubah seiring berjalannya waktu. Berbalik posisi dengan bercampurnya berbagai pemahaman dan pertimbangan yang rancu. Keluar rumah menjadi kemuliaan, sedangkan rumah hanya tempat istrahat dan bersiap-siap kembali untuk keluar rumah. Baik itu pergi ke-sekolah, berkuliah, bekerja, belanja, berkunjung, gosip, atau memanjakan diri. Syaikh Bakr Abu Zaid menuturkan dalam kitabnya “Hirasatul Fadhilah” [5], bahwa rumah-rumah sebagaimana yang dituturkan dalam Al-Qur’an merupakan tempat bagi wanita, dan wajib untuk menetap didalamnya, dan bukan sekedar kepemilikan semata. Hal itu diterangkan dalam tiga ayat yang berbunyi (1) “ Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu” (Q.S. Al-Ahzab 33), (2) dan ingatlah apa yang dibacakan di rumahmu dari ayat-ayat Allah dan Hikmah (sunnah nabimu). (Q.S. 33. 34), (3) 1. janganlah kamu keluarkan mereka dari rumah mereka dan janganlah mereka (diizinkan) ke luar kecuali mereka mengerjakan perbuatan keji yang terang (Q.S 65. 1)
Ibn Umar dalam hadis marfu’ bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda; “ Wanita merupakan pemimpin dalam rumah suaminya, dan bertanggung jawab terhadap apa yang ia pimpin” (Muttafaq ‘Alaihi).
Dan telah dimaklumi bahwa seorang pemimpin semestinya senantiasa bersama dengan yang ia pimpin. Tidak luput darinya kecuali dalam keadaan terpaksa. Sebagaimana disebutkan di hadits sebelumnya; “Inilah hari menetap diri (dirumah-rumah).”
Syaikh Ahmad Muhammad Syakir- Rahimahulllah- mengomentari tentang hadits ini; Maka apabila ini merupakan larangan haji setelah haji faridhah (wajib)- bahwa haji merupakan pendekatan yang tertinggi kepada Allah- bagaimana pula halnya wanita di zaman sekarang yang mengaku islam, yang kerap berpindah-pindah, keluar berpergian, bermaksiat, bahkan bersuka-ria ke-negeri kafir tanpa ditemani muhrim atau bersama suaminya, seakan tiada wujud baginya! Dimanakah laki-laki! Dimanakah mereka!”[6]
Selain itu bahwa Sholatnya wanita di rumahnya lebih baik daripada di Mesjid, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam:
"و أقرب ما تكون من رحمة الله ربها و هي في عقر دارها"
“Perbuatan yang mendekatkan seorang wanita dengan Rabbnya adalah (menetap) di dalam rumahnya” (H. R Tarmidzi)
Keluarnya wanita dari rumahnya menyebabkan dua akibat yang berbahaya; Pertama, Khalwat yang diharamkan. Kedua, Ikhtilath dengan orang asing. Kedua penyakit ini mirisnya telah merebak di pelbagai Universitas dan instansi pendidikan kaum muslimin saat ini yang hendaklah diwaspadai segera, yang kerusakannya akan berdampak kepada kaum muslimin khususnya. Maka selayaknya bagi pria dan wanita, pemimpin dan bawahannya, bertaqwa kepada Allah Ta’ala atas harga diri dan kehormatannya masing-masing, terhadap anak laki-laki dan anak perempuan mereka.
Berkhalwat yang diharamkan telah menjangkiti kalangan Pria dan wanita asing, yang mana sekarang ini seakan dihalalkan oleh kebanyakan orang, baik itu dikarenakan kebodohan atau bermaksud keji, dengan berbagai sebab yang dijadikan mereka alasan diperbolehkannya berkhalwat dengan orang asing dan ikhtilath yang diharamkan. Baik itu alasannya bersekolah, pelajaran-pelajaran khusus, bekerja dalam suatu perusahaan, organisasi, proses pengobatan, transportasi umum, dan yang lebih buruk dari itu semua yaitu ikhtilath di Universitas-universitas tinggi, juga antara ketua dan sekretarisnya. Sebagian besar bidang kesekretariatan seakan diperuntukkan bagi wanita saja.
Maka wajiblah bagi mereka yang bertanggung jawab di Universitas-universitas tersebut, baik itu dari pemerintah maupun para pendirinya agar bertaqwa (takut) kepada Allah Ta’ala melihat keadaan pemuda-pemudi mereka, karena mereka adalah amanah umat. Dan akan dipertanggung-jawabkan kelak di hari akhir dengan menetapkan ikhtilath di Instansi-instansi pendidikan dimana pun, karena hal itu merupakan dosa yang besar. Akibatnya, berapa banyak harga diri seorang wanita yang terhinakan, diganggu dan dinodai, sifat malu tak lagi ada dengan banyaknya perzinahan terang-terangan yang dilakukan. Pernikahan ‘Urfi [7] tidak Syar’I disahkan. Demi Allah, mereka akan bertangggung jawab terhadap itu semua!
Dalil Bahwasannya Tubuh Wanita Seluruhnya Adalah Aurat, Termasuk Wajah Dan Kedua Telapak tangan, Dan Haramnya Ikhtilath Dengan Orang asing.
- 1. Dari Al-Qur’an:
Ayat 2: 53. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah- rumah Nabi kecuali bila kamu diizinkan untuk Makan dengan tidak menunggu-nunggu waktu masak (makanannya), tetapi jika kamu diundang Maka masuklah dan bila kamu selesai makan, keluarlah kamu tanpa asyik memperpanjang percakapan. Sesungguhnya yang demikian itu akan mengganggu Nabi lalu Nabi malu kepadamu (untuk menyuruh kamu keluar), dan Allah tidak malu (menerangkan) yang benar. apabila kamu meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka (isteri- isteri Nabi), Maka mintalah dari belakang tabir. cara yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka. dan tidak boleh kamu menyakiti (hati) Rasulullah dan tidak (pula) mengawini isteri- isterinya selama-lamanya sesudah ia wafat. Sesungguhnya perbuatan itu adalah Amat besar (dosanya) di sisi Allah.
54. jika kamu melahirkan sesuatu atau menyembunyikannya, Maka Sesungguhnya Allah adalah Maha mengetahui segala sesuatu.
55. tidak ada dosa atas isteri-isteri Nabi (untuk berjumpa tanpa tabir) dengan bapak-bapak mereka, anak-anak laki-laki mereka, saudara laki-laki mereka, anak laki-laki dari saudara laki-laki mereka, anak laki-laki dari saudara mereka yang perempuan yang beriman dan hamba sahaya yang mereka miliki, dan bertakwalah kamu (hai isteri-isteri Nabi) kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha menyaksikan segala sesuatu. (Q.S 33.53-54)
Ayat 3. Hai Nabi, Katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Q.S 33. 59)
Imam Suyuthi- Rahimahullah- berpendapat tentang ayat ini: “Bahwa ayat hijab ini diperuntukkan untuk semua wanita, di dalamnya pula ditetapkan wajibnya menutup kepala dan wajah bagi mereka”
Aisyah- Radhiallahu ‘Anha- berkata: “ Semoga Allah Ta’ala merahmati para wanita Anshar, setelah turunnnya ayat; Hai Nabi, Katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin, merobek kainnya (seraya menjadikannya tali) dan mereka mengikat (penutup dikepala) dengannya. Mereka pun shalat di belakang Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam seakan-akan di atas kepala mereka burung gagak (H.R Mardawaihi)
Dan dalam riwayatnya pula dalam Bukhari: “Mereka menyobek kainnya dan menutup diri dengannya”
Dan Al-Hafidz Ibnu Hajar menjelaskan hadits Aisyah ini dalam Shohih Bukhari: “ Maka mereka tutup tubuh mereka, dan juga wajahnya” [8]
Ayat 4. Dua ayat dalam surat An-Nur:
30. Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat".
31. Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka Menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah Menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak- budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. dan janganlah mereka memukulkan kakinyua agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, Hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.
5. Pengecualian perempuan-perempuan tua dalam ayat: “ Dan perempuan-perempuan tua yang telah terhenti (dari haid dan mengandung) yang tiada ingin kawin (lagi), Tiadalah atas mereka dosa menanggalkan pakaian [Maksudnya: pakaian luar yang kalau dibuka tidak Menampakkan aurat] mereka dengan tidak (bermaksud) Menampakkan perhiasan, dan Berlaku sopan adalah lebih baik bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha Bijaksana. (Q.S 24. 60)
Menunjukkan bahwa selain mereka wajib untuk berhijab.
2. Dalil Dari Hadits Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam:
Dalil-dalil diwajibkannya menutup wajah bagi wanita apabila keluar dari rumahnya, inilah yang sering dipersilihkan oleh sebagian orang, bahwa sangat banyak sekali dan jelas dalil yang menguatkannya, diantaranya:
- Diriwayatkan dari Ummil Mu’minin- ‘Aisyah radhiallahu ‘anha ketika Haji Wada’: “Para pengendara biasa melewati kami, di saat kami (para wanita) berihram bersama-sama Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Maka jika mereka mendekati kami, salah seorang diantara kami menurunkan jilbabnya dari kepalanya pada wajahnya. Jika mereka melewati kami, kami membuka wajah” (H.R Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah, Baihaqi, dan Darul Quthny)
- Perkataan Aisyah yang diceritakan oleh saudarinya Asma’, bahwa ia berkata: “Kami menutup wajah kami dari laki-laki, dan kami menyisir rambut sebelum itu di saat ihram” ( H.R Ibnu Khuzaimah, Hakim dan shohihnya, yang disepakati oleh Ad-Dzahabi)
- Hadits Ummil Mu’minin sebelumnya: “Semoga Allah Ta’ala merahmati para wanita kaum Muhajirin yang pertama atas turunnya ayat “ Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dada (dan leher) mereka” (Q.S Al-Ahzab 31), mereka merobek selimut mereka lalu mereka berkerudung dengannya (H.R Bukhari, Abu Dawud, Ibnu Jarir dan lainnya)
- Perkataan ‘Aisyah dalam peristiwa Ifki [9]: “ Ketika itu Shofwan melihatku sebelum berhijab, maka aku bangkit dengan ber-istirja’ (mengucapkan kalimat Inna lillahi wa inna ilahi raji’un) ketika ia melihatku, aku pun menutup wajahku segera dengan jilbabku” (H.R Muslim)
- Hadits ‘Aisyah bahwa Aflah saudara Abi Qo’eis , paman Aisyah dari penyusuan, datang meminta izin setelah turunnya ayat hijab, maka Aisyah tidak mengijinkannya, hingga atas seijin Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam karena ia merupakan paman asuhnya (H.R Bukhari dan lainnya)
- Dari Aisyah r.a. berkata: “ Dahulu wanita-wanita mukmin biasa menghadiri shalat Subuh bersama Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, mereka menutupi tubuh mereka dengan selimu. Kemudian mereka kembali ke rumah-rumah mereka ketika menyelesaikan shalat. Tidak ada seorang pun yang mengenal mereka karena gelap” (Muttafaq ‘Alaihi)
- Dari Ummi ‘Athiyah r.a berkata: “Bahwa tatkala Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam memerintahkan para wanita untuk shalat ‘Ied, mereka berkata: Wahai Rasulullah, salah satu dari kami tidak memiliki jilbab; maka Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam berkata: Hendaklah kawannya meminjamkan jilbabnya untuk dipakai wanita tersebut ” (Muttafaq ‘Alaihi)
- Dan dalil yang kuat lainnya, yang mewajibkan agar menutup wajah bagi seorang wanita apabila keluar dari rumahnya, penjelasan Ummi Salamah r.a serta takutnya ia saat kaki bawahnya tersingkap tatkala ia mendengar Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam berkata: “Barang siapa yang menyeretkan pakainnya dengan sombong, Allah Ta’ala tidak akan memandangnya pada hari kiamat; Ummi Salamah bertanya: Bagaimana dengan bagian ujung bawah wanita? Rasulullah berkata: hendaklah mereka menjulurkan sejengkal. Ummi Salamah berkata lagi: Kalau begitu telapak kaki mereka akan tersingkap?” Rasulullah menjawab: Hendaklah mereka menjulurkan sehasta, mereka tidak boleh melebihkannya” (Muttafaq ‘Alaihi)
- Dari Ibnu Mas’ud radhiallahu ‘anhu berkata: Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda; “Wanita adalah aurat, jika dia keluar, setan akan menjadikannya indah pada pandangan laki-laki. Dan keadaan dia yang paling dekat dengan rahmat Tuhannya adalah dengan tinggal di rumahnya.” ( Muttafaq Alaihi)
- Dari ‘Uqbah bin ‘Amir Al-Juhani radhiallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda: “Janganlah kamu masuk menemui wanita-wanita” Seorang laki-laki anshor bertanya: “Wahai Rasulullah, bagaimana pendapat Anda dengan Saudara suami (bolehkah ia masuk menemui wanita, istri saudaranya)? Beliau menjawab: “Saudara suami adalah kematian. (Yakni lebih berbahaya dari orang lain). (Muttafaq ‘Alaihi)
Imam Ahmad rahimahullah berkata: “Kuku wanita adalah aurat, maka apabila ia keluar dari rumahnya agar tidak menampakkan sesuatu darinya walau hanya sendalnya”
Dan riwayat dari Imam Ahmad juga menyebutkan: “ Segala sesuatu darinya (wanita) adalah aurat”, sebagaimana yang kisahkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah. Ini juga merupakan perkataan Imam Malik- rahimahullah.
Dalil Mereka Yang Membolehkan Menampakkan Wajah Dan Kedua Telapak Tangan Ketika Keluar Rumah:
Sebagaimana perkataan Syaikh Bakar Abu Zaid-hafidzahullah- bahwa dalil-dalil mereka yang membolehkannya (menampakkan wajah dan telapak tangan) tidak keluar dari 3 kondisi, diantara:
- Dalil-dalinya shohih dan jelas penunjukkan dalilnya. Tetapi dalil itu mansukh (dihapus hukumnya) dengan ayat wajibnya berhijab, sebagaimana yang dijelaskan para ahli sejarah, bahwa hal itu turun pada tahun 5 Hijriyah, atau itu dilakukan oleh wanita tua yang tidak wajib berhijab, atau di depan anak kecil yang belum tahu aurat wanita.
- Dalil-dalilnya shohih tetapi tidak jelas penunjukkan dalilnya. Sehingga tidak kuat melawan dalil-dalil yang mewajibkan wanita menutup wajahnya. Sedangkan yang wajib adalah mengembalikan dalil-dalil mutasyabih (maknanya tidak pasti) kepada yang muhkam (maknanya pasti)
- Dalil-dalilnya jelas penunjukkannya, tetapi tidak shahih, sehingga tidak dapat diterima.
Syarat-syarat berhijab:
Ketahuilah saudara/iku! Bagi anda yang senantiasa menjaga harga diri dan martabatnya, terdapat syarat-syarat yang mesti dilakukan bagi wanita ketika berhijab:
- Hijab hendaklah menutupi seluruh tubuh dari kepala hingga keujung jari kaki.
- Tidak transparan menyerupai warna tubuh
- Tidak sempit sehingga menampakkan liuk tubuh
- Tidak menyerupai pakaian laki-laki, karena Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam melaknat laki-laki yang menyerupai wanita (dalam berpakain dan tingkah laku), begitu pula sebaliknya.
- Tidak menyerupai pakaian orang kafir, berdalihkan perkataan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam “Barang siapa yang menyerupai suatu kaum maka ia termasuk di dalamnya (seperti mereka)”
- Tidak memakai perhiasan-perhiasan
- Pakaian tidak menggoda
- Tidak memakai pakaian haram dan najis.
Hadits sebelumnya: golongan wanita yang berpakaian tetapi telanjang, dan meliuk-liukkan badan, juga kepalanya bagaikan punuk unta yang sedang tunduk, mereka tidak masuk syurga dan tidak pula mencium aromanya, dan aromanya tercium dalam jangka waktu 500 tahun.
Diriwayatkan oleh Imam Malik dalam Muwatha’ dari ‘Alqomah bin Abi ‘Alqomah dari Ibunya bahwa ia (ibunya) berkata : “Hafshah binti Abdurrahman datang menemui Aisyah Istri Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, dengan mengenakan penutup (cadar) yang tipis, seketika Aisyah merobek cadarnya seraya mengenakannya kepada Hafshah cadar yang tebal”.
Alhafidz Ibnu ‘Abdil Barr berkata: “ Maksud dari kedua hadits ini sama, bahwa semua pakaian yang menyerupainya (dengan bercadar) namun tidak menutupi, maka tidak diperbolehkan memakainya dalam keadaan apapun kecuali apabila pakaian tersebut menutupinya (keseluruhan), dan tidak sekedar menyerupai. Karena sesungguhnya mereka berpakaian dengannya namun tetap dalam keadaan telanjang, seperti apa yang dituturkan oleh Abu Hurairah dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.
Abdul Barr melanjutkan: “ Berpakaian tetapi telanjang maksudnya ialah, berpakaian secara dzohir (nyata) namun pada hakikatnya ia telanjang, tatkala mereka tidak menutupi pakaiannya. Perkataan Maailaat (condong/menyimpang)” yakni dari kebenaran, sedangkan Mumiilaat (menggoda) yakni dari suami-suami mereka, ke hawa nafsu mereka.
Imam Nawawi dalam Syarah Shohih Muslim mengomentari hadits ini: Dua golongan ahli neraka: “Hadits ini merupakan mukjizat kenabian. Kedua golongan ini telah terjadi dan ada, dan merupakan kehinaan bagi keduanya. Sebagian berpendapat bahwa maksudnya dari berpakaian dari nikmat Allah, dan telanjang dari mensyukurinya. Pendapat lain, bahwa mereka menutupi sebagian tubuhnya dan menampakkan sebagian yang lain untuk menunjukkan keadaannya. Dan pendapat lain pula, maknanya bahwa ia memakai pakaian yang menyerupai warna kulitnya, sedangkan makna ‘condong’, yakni dari ketaaan kepada Allah terhadap wajibnya menjaga diri, dan ‘menggoda’ yakni, bahwa mereka mengetahui perbuatan hina yang mereka lakukan.
Hijab yang dikenakan hendaklah sesuai syarat-syarat sebelumnya
- ‘Ibaa’ah (Kain yang panjang dan lebar), menutup wajah, dan lebih baik berwarna hitam, hal ini banyak macam dan cara pemakaiannya. Maka bagi wanita agar senantiasa bertaqwa kepada Allah dalam dirinya agar membeli penutup yang mencakup seluruh tubuhnya.
- At-Tsaub (Pakaian jadi), syaratnya menutupi; tidak berbayang, tidak menampakkan perhiasan. Menjulur ke tanah dengan melipat ujungnya (tidak menyeret), karena dahulu para wanita berpakaian tanpa menunjukkan sesuatu daripadanya. Akan tetapi sekarang model baju bermacam, seluruhnya menjadi perhiasan yang menjadi fitnah. Cara pemakaiannya juga tanpa menutup wajah dan kerah. Maka kabarkanlah bagi mereka yang memakai model dan pemakaian dengan janji Allah, bahwa ia termasuk Ahli Neraka, karena termasuk kategori “Berpakaian tetapi telanjang” yang menjadi fitnah bagi dirinya dan orang lain.
- Albalthu (Pakaian Mantel/ Jas), syaratnya; lebar, panjang, tebal tidak tebus pandang, tidak menyerupai warna kulit, perhiasan tidak berlebihan, beserta khimar yang menutup wajah.
Perhatian:
Bagi mereka yang mengenakan kain panjang, jas, atau pakaian jadi, atau selainnya, menutupi seluruh tubuhnya kecuali wajah dan kedua telapak tangan dengan baik, akan tetapi hal itu mengurangi derajat kemuliaannya dengan menampakkan wajah dan telapak tangan mereka. Maka hendaklah ia melengkapi kekurangan ini serta mengetahuinya. Bahwa hal ini tidaklah sulit untuk dilakukan sebagai mana sebuah idiom mengatakan;
ولم أر في عيوب الناس عينا كعجز القادرين على التمام
“Tidak aku ketahui suatu aib dari seseorang, selain lemahnya mereka yang mampu, untuk melengkapi kesempurnaan”
Dan hendaklah mereka tahu bahwa keengganannya menutup wajah dan telapak tangannya merupakan kerendahan yang nyata bagi saudari-saudarinya yang berhijab, dan janganlah mereka berpendapat dengan adanya khilaf (perbedaan pandangan antar-ulama) di sana, karena khilaf tanpa dalil bukan merupakan hujjah (alasan yang kuat) terhadap seseorang. Maka tidak semua khilaf diperbolehkannya sesuatu untuk melaksanakannya. Dan hendaklah wanita mengikuti para ummil mukminin, dan para sahabiyyat (sahabat wanita), dan siapa saja yang mengikuti mereka.
Pakaian Yang Tidak Boleh Dipakai Oleh Wanita Saat Keluar Rumah:
Diharamkan bagi seorang wanita keluar dari rumahnya;
- Celana panjang; yang mana hal ini terdapat unsur menyerupai kaum kuffar, dan laki-laki.
- Rok pendek, baik itu dengan disertai pakaian terbuka atau tidak.
- Perhiasan yang mencolok dan ditampakkan; agar tidak menggerakkan tangannya, atau menggoyangkannya dikaki agar diketahui apa yang ia pakai.
- Blus; kemeja khusus perempuan (berkerah), karena ada unsur menyerupai laki-laki dan wanita kafir, serta menampakkan auratnya.
Maka ketahuilah Saudariku, Muslimah! Bahwa engkau tidak akan kuat merasakan api neraka, tidak pula sanggup menghadapi kemurkaan Allah Sang Kuasa atas segala sesuatu. Ingatlah selalu tatkala engkau kelak sendiri di alam kubur, jauh dari saudara/i yang engkau cintai, suami, dan keluargamu yang telah engkau tinggalkan.
Hendaklah kau yakin! Bahwa hijabmu yang kau kenakan dari orang asing sekarang ini, kelak menjadi hijabmu (penghalangmu) dari api neraka. Bahwa semua manusia kelak akan menjadi dua golongan; golongan dalam Syurga-Nya yang didalamnya terdapat para Nabi, Rasul, dan mereka yang mengikuti petunjuknya dengan sebaik-baiknya, dan golongan lain dalam neraka, mereka itulah Iblis dan bala tentaranya dari Jin dan manusia serta mereka yang menjadikannya wali, baik itu kaum kuffar, musyrikin, da’I yang hina yang membebaskan wanita dari perintah-perintah syari’at dan adab-adab kesopanan yang menginginkan mereka menyebarkan kerusakan kepada orang-orang yang beriman.
Janganlah engkau lupa pemutus kenikmatan ini! Pemisah dari berbagai jama’ah, penduda suami dari istri-istrinya, yang menjadikan yatim anak laki-laki dan perempuan, tatkala bertautnya betis (kiri) dan betis (kanan) (Q.S Al-Qiyamah 29). Maka berkumpullah bagi diri seseorang kedukaan, penyesalan, dan kesedihan tatkala sakaratul maut tiba, telah datangnya hari perhitungan dan hari perginya perbekalan. Maka sesungguhnya Allahlah yang Maha Dekat dari kita. Saksikanlah Ya Allah, bahwasannya telah aku sampaikan risalah-Mu kepada hamba-hamba-Mu. Semoga kedamaian, rahmat serta barakah Allah meliputimu, dan seluruh hamba-hamba-Nya yang bertaqwa. [MN. doc].
Wallahu A’lam Bishowab.
1/4/1433 H
[1] Bercampurnya wanita dengan lelaki yang bukan mahramnya
[2] Menampakkan sebagian anggota tubuhnya atau perhiasannya di hadapan laki-laki asing
[3] Tanpa berhijab/ berkurudung, menampak-nampakkan wajah di hadapan lelaki lain
[4] Berdiam diri dirumah setelah menunaikan ibadah haji, maka diperintahkan agar tidak keluar setelahnya.
[5] Hal 70
[6] Umdat at-Tafsir Li Ahmad Muhammad Syakir, Jilid 3/11
[7] Nikah tanpa dihadiri wali yang sah.
[8] Fathul Baari, Jilid 8/ 489
[9] Arti secara bahasa; Kebohongan. Kejadian bohong yang dituduhkan orang-orang munafiq kepada Aisyah r.a, maka datanglah wahyu atas bebasnya Aisyah dari fitnah tersebut disurat An-Nur 11.
[10] Jilid 9/ 152
This entry was posted
on Sabtu, 25 Februari 2012
at 15.06
and is filed under
Kajian
. You can follow any responses to this entry through the
comments feed
.