Pagi berhiaskan kicauan burung merona wajah bumi waqaf, membuka lembaran-lembaran baru dalam beraktifitas. Hangat mentari menyelubungi setiap cela dan lubang-lubang kecil didinding papan asrama santri. Embun kian pudar dibalik daun hijau yang rimbun. Terdengar olehku suara Mas Tono petugas kebersihan pesantren sedang menyapu halaman depan kamar bersama kedua temannya. Semburat keikhlasan terpancar diraut wajahnya yang riang dan legam dimakan hari. Dengan jaket hijau serta topi yang bertengger diatas kepalanya, tampak ia sedang mengantisipasi dinginnya pagi yang menusuk pori-pori. Walaupun begitu, kerut keluh seakan terkalahkan oleh balutan semangat yang terpacu dalam dirinya.
; Aku duduk didepan kamar sambil mengikat tali sepatu bersiap-siap menuju kelas untuk mengajar, lagi lagi kuperhatikan gerak lengannya yang semakin cepat mengayunkan batang sapu lidi untuk menyapu sampah-sampah daun yang berguguran dibawah pohon sembari memasukkannya ke dalam tong sampah biru yang bertuliskan "Khusus Sampah Daun" yang dicat dengan pilox warna putih dikulit tong. Aku bertanya dalam hati kecilku"Apakah cukup profesi sebgai petugas kebersihan memenuhi kebutuhan hidupnya sekarang ini, melihat dirinya yang kini telah berumah tangga". Memang dilihat dari segi penghasilan tidaklah cukup untuk memnuhi kebutuhan juga dijadikan penopang hidup kalau hanya berprofesikan "Petugas Kebersihan". Namun itu tak menjadi alasan bagi sesosok "Mas Tono" untuk berkeluh kesah dan tunduk dengan segala kekurangan.
Aku tak tahu pasti apa yang mendasarinya melakukan segala aktifitas penuh tanggung jawab itu. Yang dapat ku tafsirkan dari sosoknya adalah rasa keikhlasan juga semangat bekerja menjalankan amanah yang selalu mendasari setiap langkah kaki yang penuh onak duri.
; Pernah suatu ketika aku mencoba menggodanya dengan gurauan hangat yang kuharap dapat menjadi apresiasi dan semangatnya dalam berkerja.
"Bang, jangan bersih kali menyapu halamannya, Ntar bisa berkaca loh....!"
"Ah gak masalah stad, yang penting enak dilihat orang, halaman bersih pasti enak dipandang. terlebih membuat orang nyaman juga berpahala yakan stad?"
"Wah abang nih memang tak ada duanya. coba kalo' semua orang beranggapan begitu ya bang duh enaknya".
"Ustad nih bisa aja, satu orang seperti saya saja udah buat repot ko', gimana lagi kalau dua, bisa-bisa blepotan stad, hehe....!"
; Ia kembali tersenyum setelah mengucapkan sebuah rangakaian kalimat sederhana yang bersumber dari lubuk harinya yang rendah diri itu. sebuah kalimat yang begitu menggugah namun serat akan makna. Aku tertegun sambil menatap bumi, menelusi jalanan menuju kelas sembari mengulang ulang apa yang telah Mas Tono ucapkan itu. Bak embun takjub tersuguhkan ke dalam hati yang gersang dari makna kehidupan, kata-katanya menghipnotisku untuk sejenak merenung. Dari sosok Mas Tono yang sederhana, ia mampu berbuat lebih dengan niatan suci yang jarang sekali dimiliki orang lain sepertinya. Pekerjaan yang kadang dianggap rendahan ini tak menjadikannya rendah diri berlebihan yang kadang membuat seseorang enggan berbuat lebih atau sekedar memiliki tujuan mulia itu.
; Sesaat ku merasa kerdil sebagai seorang yang menyandang predikat guru dibandingkan dirinya yang hanya seorang petugas kebersihan pesantren. Belum cukup bagiku untuk memikirkan hal-hal sepele yang sering ku abaikan, yang ternyata itu bermanfaat jikalau aku mencermatinya. aku terkadang luput dari sebuah tanggung jawab untuk memberikan suatu hal yang bermakna kepada anak didikku yang tak lain adalah adik-adikku sendiri. Terkadang ku merasa tinggi hati dengan statusku saat ini yang kadangpula membuatku lupa kacang akan kulitnya, kumelupakan proses yang telah kujalani selama ini. Sebuah keikhlasan yang seharusnya terpatri dalam diri untuk memberikan manfaat kepada orang lain. Sebuah proses yang telah menggodokku menjadi karakter tangguh. Namun itu semua tidak ada apa-apanya tatkala ku telah lalai dan lari dari jalur proses.
; Aku bertanya pada diri. Sudahkah aku menjadi seorang pengajar seutuhnya? melihat diriku yang terkadang terkalahkan oleh nafsu dan keegoisan yang hanya mengutamakan kepentingan pribadi semata.
Sekali lagi ucapannya mengingatkanku kepada sebuah ayat Al-Quran yang mengatakan "Khairunnasi Anfa'uhum Linnas" Ya, Sebaik-baik manusia adalah yang berguna bagi sesamanya. Sudahkan aku berguna bagi saudaraku. ayat ini sejalur dengan apa yang diucapkan Mas Tono kepadaku pagi itu." Yang penting enak dilihat orang, halaman bersih pasti enak dipandang. terlebih membuat orang nyaman juga berpahala" sungguh rangkaian kata yang menggugah.
Akhirnya perenunganku itu kuceritakan kepada adik-adikku dikelas, kuambil pelajaran berharga dari sesosok Mas Tono. Bahwa sesungguhnya "Keikhlasan dibarengi rasa rendah diri serta rasa ingin membahagiakan orang lain lebih memiliki pengaruh yang berarti untuk diri dan orang lain. Semestinya tidak ada rasa rendah diri yang terlalu berlebihan. yang itu tak lebih dari sekedar pandangan yang salah atas diri sendiri. Menempatkan diri sendiri secara salah dalam hubungannya dengan orang lain. Penilain atas diri seseorang semestinya didasari atas seberapa mampu dia membangun dirinya sendiri, seberapa besar peran dan sumbangsihnya bagi oranglain dan bagi kehidupan manusia pada umumnya."
Terima kasih Mas Tono untuk pelajaran yang telah diberikan. Semoga sekelumit amalanmu dapat menjadi cerminan bagiku untuk belajar memaknai hidup. "Fa'tabiruu ya Ulil Abshar...."
This entry was posted
on Senin, 01 Februari 2010
at 20.52
and is filed under
Kisah-Q,
renungan
. You can follow any responses to this entry through the
comments feed
.