MENGIKUTI MANHAJ SALAFUS SHALEH
Ups, jangan berkerut dahi dahulu, Akhi wa ukhtil kariemah! Membaca judul diatas, tentu bagi Antum/Antunna yang kurang hobi membahas bahkan membaca tulisan-tulisan berat seperti ini, akan segera mengelak jauh. Belum sempat membaca, sudah buru-buru pergi, alias cuek bebek!. Sungguh miris kalau benar hal itulah yang terjadi, karena sebagai generasi penerus islam, kita dituntut untuk mengetahui dasar-dasar Agama yang tentunya tidaklah mudah. Perlu kesungguhan juga keinginan tinggi untuk mengorek kerak hingga kedasarnya. Salah satunya, peduli dengan problematika dalam membaca judul-judul berat seperti tulisan saya kali ini. Saya sendiri awalnya sempat pesimis kalau saja pembaca akan mengacuhkan tulisan seperti ini. Terlebih karena memang tidak terjun secara langsung dibidangnya. Namun, dengan berpikiran positif, saya berusaha untuk mengenyahkan pikiran negatif yang mencoba mengendurkan semangat saya untuk berdakwah. Semoga apa yang sudah tertulis dapat bermanfaat bagi Akhi/ ukhti fillah.
Saudaraku, tentu bagi Anda yang belum mengenal istilah ini timbul berbagai pertanyaan; Apa itu Manhaj Salafus Shaleh? Mengapa harus mereka yang dijadikan panduan dalam menuntut ilmu? Perlukah mengikuti mereka?, dlsb. Baiklah saudaraku, dalam kesempatan ini saya ingin menjelaskan mengapa Syaikh memilih jalan ini, sebagai pedoman dalam menuntut ilmu. Tentunya saya akan menjelaskan terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan Manhaj Salafus Shaleh.
1. Apa itu Manhaj Salafus Shaleh?
Salaf secara bahasa dapat diartikan sebagai; pendahulu, telah berlalu, sebelumnya. Dapat juga diartikan dengan perbuatan atau amal shaleh yang telah dilakukan. Jika digabungkan dengan Salaful umat, maka diartikan sebagai; umat terdahulu. Dalam Al-Qur’an Allah SWT bersabda: Maka Kami jadikan mereka sebagai (kaum) terdahulu, dan pelajaran bagi orang-orang yang kemudian.[Q.S. Zukhruf, 56]. Kalimat salaf dinisbahkan kepada para Salafus Shaleh, yaitu 3 generasi pendahulu sebagaimana hadis di awal tulisan. Berkata Ibnu Manzhur dalam Lisanul ‘Arab : “Dan As-Salaf juga adalah orang-orang yang mendahului kamu dari ayah-ayahmu dan kerabatmu yang mereka itu di atas kamu dari sisi umur dan keutamaan karena itulah generasi pertama dikalangan tabi’in mereka dinamakan As- Salaf Ash-Sholeh”.
Adapun secara Istilah Salaf dikalangan para‘ulama mempunyai dua makna ; secara khusus dan secara umum. Pertama : Makna Salaf secara khusus adalah generasi permulaan ummat Islam dari kalangan para shahabat, Tabi’in (murid-murid para Shahabat), Tabi’ut Tabi’in (murid-murid para Tabi’in)dalam tiga masa yang mendapatkan kemulian dan keutamaan. (Dirasah Manhajiyah Haula Manhaj Ahlusunnah wal Jama'ah, Darul Iman Iskandariyah, Hal 35, Abdullah Ibn Muhammad Al-Yajiri]
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah (wafat th. 728 H) mengatakan:
“Bukanlah merupakan aib bagi orang yang menampakkan madzhab Salaf dan menisbatkan dirinya kepadanya, bahkan wajib menerima yang demikian itu darinya berdasarkan kesepakatan (para ulama) karena madzhab Salaf tidak lain kecuali kebenaran.” (Majmuu’ Fataawa Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, IV/149)
Beliau rahimahullah juga mengatakan:
“Telah diketahui bahwa karakter ahlul ahwa’ (pengekor hawa nafsu) ialah meninggalkan atau tidak mengikuti generasi Salaf.” (Majmuu’ Fataawa Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, IV/155)
- Opini Tentang Pengertian Salaf.
Sebagian umat islam memiliki anggapan bahwa salafi adalah sebuah faham dan pemikiran yang belakangan menjadi kelompok, firqah atau “manhaj” yang berkembang didalam tubuh islam, yang dikenal memiliki keinginan dan komitmen yang kuat untuk berpegang teguh kepada aqidah ahlussunnah wal jama’ah, menjaga pengamalan dan pengimplementasian sunnah Rasulullah SAW dan mengamalkan ajaran agama islam sebagaimana generasi umat islam terbaik yaitu salafus shalih mengamalkan ajaran islam , sesuai dengan penisbahan kata“salafi” yang bermakna “faham orang – orang yang terdahulu dari generasi terbaik umat islam ”.
Namun ada juga yang berpandangan berbeda dari apa yang telah disebutkan diatas. Ketika mendengar kata-kata salafi, terdapat sebagian dari kita yang merasa alergi dan mengansumsikannya ( salafi ) sebagai sebuah faham yang mengatasnamakan islam yang berkembang di masyarakat yang dikenal memiliki sikap ekstrem, radikal, suka mengkafir dan membid’ahkan amalan umat islam serta garang terhadap mereka yang berbeda faham.
Entah memang itu kenyataan yang terjadi di masyarakat yang selama ini langsung merasakan pergerakan yang mengatasnamakan “manhaj” ( cara beragama ) islam ini sehingga berasumsi demikian, atau kemungkinan besar terdapat sebagian kaum muslimin yang secara individu tidak memahami inti perjuangan dari kelompok ini sehingga salah mengartikan, atau memang ada sebagaian dari kaum muslimin yang memang bergerak didalam “manhaj” salafi ini yang “tersilap” didalam mengimplementasikan perjuangan islam yang mereka nisbahkan kepada pendahulu kita didalam agama ini yaitu salafus shalih.
Istilah Salaf bukanlah istilah baru. Istilah tersebut sudah digunakan sejak zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Salaf tidaklah menunjuk kepada satu golongan tetapi menunjuk kepada orang-orang yang berpegang kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah menurut pemahaman yang benar. Karena umat ini sudah berpecah belah dan yang selamat pemahamannya hanya SATU.
Sebagian orang menyangka, dari apa yang mereka ketahui dan mereka menyelewengkan arti ketika disebutkan istilah Salafiyyah, bahwa Salafiyyah adalah label (istilah) baru dan madzhab baru bagi kelompok Islam yang baru melepaskan diri dari lingkaran Jama’ah Islamiyah yang utuh.
Sangkaan ini sama sekali tidak benar karena Salafiyyah maksudnya adalah Islam yang dibersihkan (disaring) dari kegagalan-kegagalan budaya klasik, dan warisan-warisan dari banyak kelompok dan sekte, dengan kesempurnaan dan keumumannya, baik dalam Al-Qur’an maupun as-Sunnah berdasarkan pemahaman Salaf yang terpuji.
Sangkaan ini sesungguhnya hanyalah muncul dari angan-angan kaum yang ingin menghindari kalimat yang baik dan berkah, yang akarnya menancap kuat dalam sejarah umat ini hingga sampai ke generasi pertama (Shahabat). Wallahu, a'lam!
2. Mengapa harus mereka yang dijadikan panduan dalam menuntut ilmu?
Saudaraku, menjadi suatu keharusan mutlak bagi setiap muslim, yang menginginkan kesuksesan dan merindukan kehidupan yang mulia, serta kemenangan di dunia dan di akhirat, bahwa dalam memahami Al Qur'an dan As Sunnah yang shahih harus dengan pemahaman muslimin yang terbaik yaitu para Sahabat Rasulullah dan Tabi'in (murid Sahabat), serta siapapun yang mengikuti jalan mereka dengan baik hingga hari kiamat.
Dipilihnya metode ini, karena tidak dapat dibandingkan (dengan siapaun, selain dengan Rasulullah) kelurusan, kebenarannya, dalam fikrah, pemahaman dan manhaj yang lebih benar dan lebih lurus dibanding pemahaman dan manhaj Salafus Shalih (jalannya para Salaf yakni Sahabat Rasulullah, Tabi'in dan Pengikutnya, yang Shalih hingga hari kiamat). Oleh karena itu tidak akan pernah bisa baik kehidupan umat yang akhir ini kecuali dengan apa yang telah menjadikan baik generasi awal.
Apabila kita teliti dengan seksama dalil-dalil dari Al Qur'an maupun As Sunnah serta ijma' dan qiyas maka bisa disimpulkan dari dalil-dalil tersebut tentang wajibnya memahami Al Qur'an dan As Sunnah dalam bimbingan manhaj Salafus Sholih, karena itu merupakan pemahaman yang disepakati kebenarannya sepanjang abad perjalanan dakwah ini.
Oleh karena itu tidak dibernarkan bagi siapa saja, setinggi apapun kedudukannya, memahami Islam ini selain pemahaman Salafus Sholih (pemahamannya dapat dilihat di tafsir Al Quran karya para Sahabat, penjelasan hadits dalam kitab-kitab Hadist dan tulisan-tulisan para Sahabat & pengikutnya). Dan siapapun juga yang membenci pemahaman Salaf lalu menggantinya dengan bid'ah-bid'ah orang belakangan (orang-orang sesudah generasi Salaf ) yang diracuni dengan berbagai pemahaman yang membahayakan dan yang tidak selamat dari pemahaman asing, akan mengakibatkan tercerai-berainya kamu muslimin.
Sesungguhnya Salafus Shalih Radiyallahu anhum telah nyata kebaikan mereka baik dalam nash maupun istimbat, Allah berfirman dalam surat At-Taubah ayat 100 : "Dan generasi yang terdahulu dan pertama-tama (masuk Islam) diantara kaum Muhajirin dan Anshar serta orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah telah ridha kepada mereka (Muhajirin & Anshar-Sahabat/Salafus Sholih) dan mereka ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya mereka kekal didalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang agung. (Q.S. At Taubah : 100)
Dengan dalil ayat ini- dapat diambil pemahaman bahwa Allah Sang Pencipta telah memuji terhadap mereka yang mengikuti kepada sebaik-baik manusia- telah diketahui bahwa apabila sebaik-baik manusia itu mengatakan suatu perkataan, kemudian ada seseorang yang mengikuti mereka, maka dia wajib untuk mendapatkan pujian dan berhak untuk mendapatkan keridhaan. Kalau seandainnya sikap ittiba' mereka tidak membedakan dengan selain mereka (yang tidak ittiba') maka dia tidaklah berhak mendapatkan pujian dan keridhaan. Siapakah sebaik-baik manusia itu? Mereka adalah para shahabat dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, sebagaimana disebutkan dalam Al Qur'an : "Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal shalih merekalah sebaik-baik manusia". (Q.S. Al Bayyinah : 7).
3. Perlukah mengikuti mereka?
Ya, Sudah pasti!. Allah berfirman dalam surat Ali Imran : "Kalian adalah umat terbaik yang telah ditampilkan untuk manusia, kalian telah beramar makruf dan bernahi munkar dan beriman kepada Allah". ( Q.S. Ali Imran : 110 ) Dari sini kita mendapatkan petunjuk bahwa Allah telah memuji dan menyatakan keutamaan mereka (Sahabat) atas segala umat, dan apabila ingin dipuji ALLAH juga, maka ummat ini harus istiqamah dalam segala hal mengikuti Salafus Sholih. Disamping itu Salafus Sholih sesungguhnya memang tidak pernah menyimpang dari cahaya (petunjuk Ilmu Al Quran dan Sunnah) yang terang benderang (Al Haq) ini.
Maka jika ada yang berkata : “Ini (gelar sebaik-baik umat, pen.) bersifat umum dalam umat ini, tidak hanya terbatas pada generasi Sahabat saja”,saya katakan bahwa mereka (para sahabat) adalah obyek pembicaraan yang pertama, dan orang yang mengikuti mereka dengan baik tidak masuk dalam pembicaraan ayat diatas, kecuali kalau ada penjelasan dengan qiyas atau dalil lain sebagaimana dalam dalil pertama.
Secara umum dan ini yang benar, Sahabat adalah yang pertama kali masuk dalam obyek pembicaraan karena merekalah yang pertama kali mengambil ilmu dan amal langsung dari Rasullullah Shalallahu 'alaihi wa salam tanpa perantara, dan merekalah yang mendapat kabar gembira dengan wahyu ini. Oleh karena itu, merekalah yang paling pertama masuk dalam pembicaraan ayat ini dibanding yang lain disebabkan sifat-sifat yang telah diberikan kecuali kepada mereka (para Sahabat). Pun kecocokan sifat dengan pensifatan Allah adalah merupakan bukti bahwa mereka lebih berhak mendapatkan pujian dari pada yang lain.
_________________________
Baiklah Saudaraku, setelah mengetahui alasan-alasan diatas, saya akan mengajak Anda kepada penjelasan Syaikh Utsaimin dalam men-Syarh kitab ‘Hilyah Thalib’lim’. Beliau berkata:
Dalam menjelaskan kitab hilyah ini, Syaikh Utsaimin menceritakan kepada murid-muridnya dalam suatu halaqah ilmu. Suatu ketika ia ditanya tentang defenisi Akal. Apa itu Akal? Sampai manakah batas Akal itu? jelaskan pengertian Akal secara bahasa, istilah, syar’I, dan kebiasaan? Syaikh mengatakan kepada murid-muridnya,
Ya, jadikanlah ilmu Anda mudah dan sederhana!. Jangan memperumit diri demi suatu hal yang justru membuat Anda bingung, harus berbuat apa. Tentunya kita dituntut untuk mengetahui dasar-dasar ilmu agama terlebih dahulu demi membentengi diri dari kesesatan pemikiran.
Untuk jaman sekarang ini, banyak kita dapati orang-orang sedemikian yang rela membuang banyak waktunya untuk memikirkan hal-hal seperti yang Syaikh Utsaimin katakan. Seperti halnya Jaringan Islam Liberal [JIL]- dan masih banyak lagi firqah maupun kelompok sesat lainnya- yang kerap gencar menyuarakan bahkan menggugat hukum qath’I yang sebenarnya tidak perlu dipertanyakan-dikarenakan telah jelas hukumnya.
Istilah-istilah baru, banyak kita jumpai bahkan mulai mempengaruhi cendikiawan muslim yang bergelut di bidang keislaman. Hermeunetika, Gender, Pluralisme, Sekulerism, dlsb. Pemikiran-pemikiran seperti ini, secara tidak langsung ingin menyebarkan skeptic- keraguan-keraguan- ditubuh umat yang jelas kebenarannya. Maka berusahalah untuk menjauhi, dan memerangi pemikiran-pemikiran seperti ini demi menjaga keorisinalan agama islam. Tentunya kita dituntut untuk memperdalami dan mengikuti manhaj para salafus shaleh sebagaimana pada penjelasan sebelumnya.
Semoga kita terhindar dari segala kesesatan dan kebatilan dalam menuntut ilmu. Agar kelak mendapat barakah dan pujian sebagaimana Para Salafus Shaleh yang telah pesankan Rasulullah SAW diatas. Semoga![El-Ahmady]
Wallahu A’lam Bishowab!
Kamis, 02/06/2011
Khartoum, Sudan.
Catatan seorang Thalib’ilm di Negeri Dua Nil
By: El-Ahmady
Rasullullah Shalallahu 'alaihi wa salam : "Sebaik-baik manusia adalah generasiku (generasi Rasulullah & Shahabat), kemudian orang-orang sesudah mereka (Tabi'in) kemudian orang-orang sesudah mereka (Tabi'ut Tabi'in.)..." (HR. Bukhari IV/189, Muslim VII/184-185, Ahmad I/424 dll).
Ups, jangan berkerut dahi dahulu, Akhi wa ukhtil kariemah! Membaca judul diatas, tentu bagi Antum/Antunna yang kurang hobi membahas bahkan membaca tulisan-tulisan berat seperti ini, akan segera mengelak jauh. Belum sempat membaca, sudah buru-buru pergi, alias cuek bebek!. Sungguh miris kalau benar hal itulah yang terjadi, karena sebagai generasi penerus islam, kita dituntut untuk mengetahui dasar-dasar Agama yang tentunya tidaklah mudah. Perlu kesungguhan juga keinginan tinggi untuk mengorek kerak hingga kedasarnya. Salah satunya, peduli dengan problematika dalam membaca judul-judul berat seperti tulisan saya kali ini. Saya sendiri awalnya sempat pesimis kalau saja pembaca akan mengacuhkan tulisan seperti ini. Terlebih karena memang tidak terjun secara langsung dibidangnya. Namun, dengan berpikiran positif, saya berusaha untuk mengenyahkan pikiran negatif yang mencoba mengendurkan semangat saya untuk berdakwah. Semoga apa yang sudah tertulis dapat bermanfaat bagi Akhi/ ukhti fillah.
Saudaraku, tentu bagi Anda yang belum mengenal istilah ini timbul berbagai pertanyaan; Apa itu Manhaj Salafus Shaleh? Mengapa harus mereka yang dijadikan panduan dalam menuntut ilmu? Perlukah mengikuti mereka?, dlsb. Baiklah saudaraku, dalam kesempatan ini saya ingin menjelaskan mengapa Syaikh memilih jalan ini, sebagai pedoman dalam menuntut ilmu. Tentunya saya akan menjelaskan terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan Manhaj Salafus Shaleh.
1. Apa itu Manhaj Salafus Shaleh?
Salaf secara bahasa dapat diartikan sebagai; pendahulu, telah berlalu, sebelumnya. Dapat juga diartikan dengan perbuatan atau amal shaleh yang telah dilakukan. Jika digabungkan dengan Salaful umat, maka diartikan sebagai; umat terdahulu. Dalam Al-Qur’an Allah SWT bersabda: Maka Kami jadikan mereka sebagai (kaum) terdahulu, dan pelajaran bagi orang-orang yang kemudian.[Q.S. Zukhruf, 56]. Kalimat salaf dinisbahkan kepada para Salafus Shaleh, yaitu 3 generasi pendahulu sebagaimana hadis di awal tulisan. Berkata Ibnu Manzhur dalam Lisanul ‘Arab : “Dan As-Salaf juga adalah orang-orang yang mendahului kamu dari ayah-ayahmu dan kerabatmu yang mereka itu di atas kamu dari sisi umur dan keutamaan karena itulah generasi pertama dikalangan tabi’in mereka dinamakan As- Salaf Ash-Sholeh”.
Adapun secara Istilah Salaf dikalangan para‘ulama mempunyai dua makna ; secara khusus dan secara umum. Pertama : Makna Salaf secara khusus adalah generasi permulaan ummat Islam dari kalangan para shahabat, Tabi’in (murid-murid para Shahabat), Tabi’ut Tabi’in (murid-murid para Tabi’in)dalam tiga masa yang mendapatkan kemulian dan keutamaan. (Dirasah Manhajiyah Haula Manhaj Ahlusunnah wal Jama'ah, Darul Iman Iskandariyah, Hal 35, Abdullah Ibn Muhammad Al-Yajiri]
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah (wafat th. 728 H) mengatakan:
“Bukanlah merupakan aib bagi orang yang menampakkan madzhab Salaf dan menisbatkan dirinya kepadanya, bahkan wajib menerima yang demikian itu darinya berdasarkan kesepakatan (para ulama) karena madzhab Salaf tidak lain kecuali kebenaran.” (Majmuu’ Fataawa Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, IV/149)
Beliau rahimahullah juga mengatakan:
“Telah diketahui bahwa karakter ahlul ahwa’ (pengekor hawa nafsu) ialah meninggalkan atau tidak mengikuti generasi Salaf.” (Majmuu’ Fataawa Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, IV/155)
- Opini Tentang Pengertian Salaf.
Sebagian umat islam memiliki anggapan bahwa salafi adalah sebuah faham dan pemikiran yang belakangan menjadi kelompok, firqah atau “manhaj” yang berkembang didalam tubuh islam, yang dikenal memiliki keinginan dan komitmen yang kuat untuk berpegang teguh kepada aqidah ahlussunnah wal jama’ah, menjaga pengamalan dan pengimplementasian sunnah Rasulullah SAW dan mengamalkan ajaran agama islam sebagaimana generasi umat islam terbaik yaitu salafus shalih mengamalkan ajaran islam , sesuai dengan penisbahan kata“salafi” yang bermakna “faham orang – orang yang terdahulu dari generasi terbaik umat islam ”.
Namun ada juga yang berpandangan berbeda dari apa yang telah disebutkan diatas. Ketika mendengar kata-kata salafi, terdapat sebagian dari kita yang merasa alergi dan mengansumsikannya ( salafi ) sebagai sebuah faham yang mengatasnamakan islam yang berkembang di masyarakat yang dikenal memiliki sikap ekstrem, radikal, suka mengkafir dan membid’ahkan amalan umat islam serta garang terhadap mereka yang berbeda faham.
Entah memang itu kenyataan yang terjadi di masyarakat yang selama ini langsung merasakan pergerakan yang mengatasnamakan “manhaj” ( cara beragama ) islam ini sehingga berasumsi demikian, atau kemungkinan besar terdapat sebagian kaum muslimin yang secara individu tidak memahami inti perjuangan dari kelompok ini sehingga salah mengartikan, atau memang ada sebagaian dari kaum muslimin yang memang bergerak didalam “manhaj” salafi ini yang “tersilap” didalam mengimplementasikan perjuangan islam yang mereka nisbahkan kepada pendahulu kita didalam agama ini yaitu salafus shalih.
Istilah Salaf bukanlah istilah baru. Istilah tersebut sudah digunakan sejak zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Salaf tidaklah menunjuk kepada satu golongan tetapi menunjuk kepada orang-orang yang berpegang kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah menurut pemahaman yang benar. Karena umat ini sudah berpecah belah dan yang selamat pemahamannya hanya SATU.
Sebagian orang menyangka, dari apa yang mereka ketahui dan mereka menyelewengkan arti ketika disebutkan istilah Salafiyyah, bahwa Salafiyyah adalah label (istilah) baru dan madzhab baru bagi kelompok Islam yang baru melepaskan diri dari lingkaran Jama’ah Islamiyah yang utuh.
Sangkaan ini sama sekali tidak benar karena Salafiyyah maksudnya adalah Islam yang dibersihkan (disaring) dari kegagalan-kegagalan budaya klasik, dan warisan-warisan dari banyak kelompok dan sekte, dengan kesempurnaan dan keumumannya, baik dalam Al-Qur’an maupun as-Sunnah berdasarkan pemahaman Salaf yang terpuji.
Sangkaan ini sesungguhnya hanyalah muncul dari angan-angan kaum yang ingin menghindari kalimat yang baik dan berkah, yang akarnya menancap kuat dalam sejarah umat ini hingga sampai ke generasi pertama (Shahabat). Wallahu, a'lam!
2. Mengapa harus mereka yang dijadikan panduan dalam menuntut ilmu?
Saudaraku, menjadi suatu keharusan mutlak bagi setiap muslim, yang menginginkan kesuksesan dan merindukan kehidupan yang mulia, serta kemenangan di dunia dan di akhirat, bahwa dalam memahami Al Qur'an dan As Sunnah yang shahih harus dengan pemahaman muslimin yang terbaik yaitu para Sahabat Rasulullah dan Tabi'in (murid Sahabat), serta siapapun yang mengikuti jalan mereka dengan baik hingga hari kiamat.
Dipilihnya metode ini, karena tidak dapat dibandingkan (dengan siapaun, selain dengan Rasulullah) kelurusan, kebenarannya, dalam fikrah, pemahaman dan manhaj yang lebih benar dan lebih lurus dibanding pemahaman dan manhaj Salafus Shalih (jalannya para Salaf yakni Sahabat Rasulullah, Tabi'in dan Pengikutnya, yang Shalih hingga hari kiamat). Oleh karena itu tidak akan pernah bisa baik kehidupan umat yang akhir ini kecuali dengan apa yang telah menjadikan baik generasi awal.
Apabila kita teliti dengan seksama dalil-dalil dari Al Qur'an maupun As Sunnah serta ijma' dan qiyas maka bisa disimpulkan dari dalil-dalil tersebut tentang wajibnya memahami Al Qur'an dan As Sunnah dalam bimbingan manhaj Salafus Sholih, karena itu merupakan pemahaman yang disepakati kebenarannya sepanjang abad perjalanan dakwah ini.
Oleh karena itu tidak dibernarkan bagi siapa saja, setinggi apapun kedudukannya, memahami Islam ini selain pemahaman Salafus Sholih (pemahamannya dapat dilihat di tafsir Al Quran karya para Sahabat, penjelasan hadits dalam kitab-kitab Hadist dan tulisan-tulisan para Sahabat & pengikutnya). Dan siapapun juga yang membenci pemahaman Salaf lalu menggantinya dengan bid'ah-bid'ah orang belakangan (orang-orang sesudah generasi Salaf ) yang diracuni dengan berbagai pemahaman yang membahayakan dan yang tidak selamat dari pemahaman asing, akan mengakibatkan tercerai-berainya kamu muslimin.
Sesungguhnya Salafus Shalih Radiyallahu anhum telah nyata kebaikan mereka baik dalam nash maupun istimbat, Allah berfirman dalam surat At-Taubah ayat 100 : "Dan generasi yang terdahulu dan pertama-tama (masuk Islam) diantara kaum Muhajirin dan Anshar serta orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah telah ridha kepada mereka (Muhajirin & Anshar-Sahabat/Salafus Sholih) dan mereka ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya mereka kekal didalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang agung. (Q.S. At Taubah : 100)
Dengan dalil ayat ini- dapat diambil pemahaman bahwa Allah Sang Pencipta telah memuji terhadap mereka yang mengikuti kepada sebaik-baik manusia- telah diketahui bahwa apabila sebaik-baik manusia itu mengatakan suatu perkataan, kemudian ada seseorang yang mengikuti mereka, maka dia wajib untuk mendapatkan pujian dan berhak untuk mendapatkan keridhaan. Kalau seandainnya sikap ittiba' mereka tidak membedakan dengan selain mereka (yang tidak ittiba') maka dia tidaklah berhak mendapatkan pujian dan keridhaan. Siapakah sebaik-baik manusia itu? Mereka adalah para shahabat dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, sebagaimana disebutkan dalam Al Qur'an : "Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal shalih merekalah sebaik-baik manusia". (Q.S. Al Bayyinah : 7).
3. Perlukah mengikuti mereka?
Ya, Sudah pasti!. Allah berfirman dalam surat Ali Imran : "Kalian adalah umat terbaik yang telah ditampilkan untuk manusia, kalian telah beramar makruf dan bernahi munkar dan beriman kepada Allah". ( Q.S. Ali Imran : 110 ) Dari sini kita mendapatkan petunjuk bahwa Allah telah memuji dan menyatakan keutamaan mereka (Sahabat) atas segala umat, dan apabila ingin dipuji ALLAH juga, maka ummat ini harus istiqamah dalam segala hal mengikuti Salafus Sholih. Disamping itu Salafus Sholih sesungguhnya memang tidak pernah menyimpang dari cahaya (petunjuk Ilmu Al Quran dan Sunnah) yang terang benderang (Al Haq) ini.
Maka jika ada yang berkata : “Ini (gelar sebaik-baik umat, pen.) bersifat umum dalam umat ini, tidak hanya terbatas pada generasi Sahabat saja”,saya katakan bahwa mereka (para sahabat) adalah obyek pembicaraan yang pertama, dan orang yang mengikuti mereka dengan baik tidak masuk dalam pembicaraan ayat diatas, kecuali kalau ada penjelasan dengan qiyas atau dalil lain sebagaimana dalam dalil pertama.
Secara umum dan ini yang benar, Sahabat adalah yang pertama kali masuk dalam obyek pembicaraan karena merekalah yang pertama kali mengambil ilmu dan amal langsung dari Rasullullah Shalallahu 'alaihi wa salam tanpa perantara, dan merekalah yang mendapat kabar gembira dengan wahyu ini. Oleh karena itu, merekalah yang paling pertama masuk dalam pembicaraan ayat ini dibanding yang lain disebabkan sifat-sifat yang telah diberikan kecuali kepada mereka (para Sahabat). Pun kecocokan sifat dengan pensifatan Allah adalah merupakan bukti bahwa mereka lebih berhak mendapatkan pujian dari pada yang lain.
_________________________
Baiklah Saudaraku, setelah mengetahui alasan-alasan diatas, saya akan mengajak Anda kepada penjelasan Syaikh Utsaimin dalam men-Syarh kitab ‘Hilyah Thalib’lim’. Beliau berkata:
“Ini merupakan satu hal penting yang perlu diperhatikan, bahwa seorang tholib ‘Ilm harus mengikuti manhaj salafus shaleh di segala aspek agama. Baik itu masalah Tauhid, Ibadah, Mua’amalah, dll. hendaklah meninggalkan diskusi yang justru mengakibatkan pertikaian. Karena banyaknya bertikai-dalam permasalahan yang memang sudah jelas- akan mengunci jalan kebenaran itu sendiri. Dan itu akan membawa ahlinya kepada suatu perkataan yang menjurus kepada ‘keegoisan diri’ semata, walaupun perkara yang dibahas telah jelas kebenarannya.
Maka hanya ada dua kemungkinan; yang pertama, bisa jadi ia mengingkari kebenaran itu secara mutlak. Dan yang kedua, ia akan berusaha mentakwil setiap perkataan yang haq dengan argumentasi sesuai hawa nafsunya. Maka, hendaklah seorang thalib’ilm menjauhi diri dari orang-orang semacam ini, Larilah darinya seperti larinya seekor buruan yang dikejar Singa”.
Begitu pula, hendaklah menjauhi diri dari ilmu Kalam. Karena hal itu hanya membuang waktu dengan sia-sia dengan suatu pertanyaan yang telah jelas kebenarannya, namun seringkali dicari celah untuk meragukannya.”
Dalam menjelaskan kitab hilyah ini, Syaikh Utsaimin menceritakan kepada murid-muridnya dalam suatu halaqah ilmu. Suatu ketika ia ditanya tentang defenisi Akal. Apa itu Akal? Sampai manakah batas Akal itu? jelaskan pengertian Akal secara bahasa, istilah, syar’I, dan kebiasaan? Syaikh mengatakan kepada murid-muridnya,
Untuk apa mencari defenisi Akal? Apakah Akal itu perlu penjelasan lebih? Subhanallah. Yang jelas bahwa apabila seseorang duduk memikirkan defenisi Akal; membuang banyak waktunya hanya untuk mentakwil kalimat yang sudah amat jelas didalam islam, ia akan bingung sendiri dikarenakan hal ini tidak ada jawabannya, juga tidak perlu didefenisikan.
“Akan tetapi mereka- Ahlul kalam- membatasi orang-orang dengan suatu kebenaran dan manhaj salafi yang sederhana dengan suatu syubhat, defenisi, serta batasan-batasan, dll. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah-rahimahullah, dalam kitabnya “Raad ‘Ala Mantiqiyyin” dan “Naqdhil Mantiq” banyak menjelaskan kebatilan mereka. Baik itu dalam bab Sifat dan Asma Allah SWT, maupun yang lainnya. Beliau berkata dalam Kitab Fatwa Hamawiyahnya: “Dan kebanyakan orang yang takut akan kesesatan, ialah mereka yang mutawasith dari ulama-ulama kalam. Dikarenakan mereka yang belum terjun didalamnya merekalah yang selamat dari kesesatan itu, dan bagi mereka-para ulama-ulama- yang telah terjun didalamnya akan menyadari betapa mereka telah terjun kepada suatu kerusakan dan kebatilan, sehingga mereka pun kembali kepada jalan yang benar” Oleh karena itu, hendaklah bagi seorang Thalib’ilm untuk meninggalkan hal-hal sedemikian yang terkadang hanya menghabiskan waktu semata. Jadikanlah ilmu Anda mudah sederhana.”
Ya, jadikanlah ilmu Anda mudah dan sederhana!. Jangan memperumit diri demi suatu hal yang justru membuat Anda bingung, harus berbuat apa. Tentunya kita dituntut untuk mengetahui dasar-dasar ilmu agama terlebih dahulu demi membentengi diri dari kesesatan pemikiran.
Untuk jaman sekarang ini, banyak kita dapati orang-orang sedemikian yang rela membuang banyak waktunya untuk memikirkan hal-hal seperti yang Syaikh Utsaimin katakan. Seperti halnya Jaringan Islam Liberal [JIL]- dan masih banyak lagi firqah maupun kelompok sesat lainnya- yang kerap gencar menyuarakan bahkan menggugat hukum qath’I yang sebenarnya tidak perlu dipertanyakan-dikarenakan telah jelas hukumnya.
Istilah-istilah baru, banyak kita jumpai bahkan mulai mempengaruhi cendikiawan muslim yang bergelut di bidang keislaman. Hermeunetika, Gender, Pluralisme, Sekulerism, dlsb. Pemikiran-pemikiran seperti ini, secara tidak langsung ingin menyebarkan skeptic- keraguan-keraguan- ditubuh umat yang jelas kebenarannya. Maka berusahalah untuk menjauhi, dan memerangi pemikiran-pemikiran seperti ini demi menjaga keorisinalan agama islam. Tentunya kita dituntut untuk memperdalami dan mengikuti manhaj para salafus shaleh sebagaimana pada penjelasan sebelumnya.
Semoga kita terhindar dari segala kesesatan dan kebatilan dalam menuntut ilmu. Agar kelak mendapat barakah dan pujian sebagaimana Para Salafus Shaleh yang telah pesankan Rasulullah SAW diatas. Semoga![El-Ahmady]
Wallahu A’lam Bishowab!
Kamis, 02/06/2011
Khartoum, Sudan.
This entry was posted
on Kamis, 02 Juni 2011
at 23.36
and is filed under
Artikel
. You can follow any responses to this entry through the
comments feed
.