Kita terkadang terlalu yakin dengan pengetahuan diri. Kita merasa tahu
segalanya sehingga seolah-olah memiliki otoritas untuk membuat kesimpulan
mengenai sesuatu hal. Atau kalau menyangkut kepribadian orang lain, kita
sering merasa tidak perlu informasi lebih lanjut karena kita merasa cukup
pengetahuan mengenai jati diri orang itu sebenarnya.
Kesalahan terbesar seseorang adalah ketika ia menganggap dirinya telah
cukup pengetahuan sehingga ia tidak memiliki itikad sedikitpun untuk
melakukan cek ricek, tabayyun, konfirmasi balik. Tentang suatu kejadian,
ia langsung menyimpulkan ini itu. Tentang diri seseorang, ia langsung
menyimpulkan ini itu, menilai begini itu. Dengan pengetahuan sedikitnya,
ia merasa sudah banyak pengetahuan. Dengan interaksinya dengan orang lain
yang sebentar, ia merasa sudah berhak membuat kesimpulan mengenai diri
seseorang itu padahal boleh jadi apa yang disimpulkannya itu hanya akan
membuahkan fitnah dan kebohongan, jauh dari fakta sebenarnya. Keterbatasan
yang dimilikinya tiada pernah disadari. Ia terjebak dalam ujub diri,
merasa punya kemampuan untuk membuat penilaian terhadap sesuatu hal atau
orang lain tanpa diiringi dengan sikap kehati-hatian. Maka ia pun mudah
berkomentar tanpa dipikir lebih dalam lagi. Ia mudah menilai sesuatu tanpa
mencari dulu fakta yang benar.
Yang lebih fatal lagi adalah ketika kecerobohan sikap ini disebarkan ke
orang lain. Kalau menyangkut diri seseorang, maka betapa ia akan
menumbuhkan sikap kebencian dari orang yang dirugikannya atas pemberitaan
yang tidak benar. Prasangka dikira kebenaran. Prasangka melahirkan
kebohongan. Prasangka yang tidak disertai tabayun akan melahirkan
kerenggangan hubungan sesama.
Kita berlindung dari Allah dari sifat sombong, ujub diri, dengki, dan
fitnah. Kita ini makhluk yang sangat terbatas. Terbatas ilmunya. Terbatas
pengetahuannya. Bila kita sadar bahwa kita terbatas, maka kita akan
menjadi manusia yang sangat hati-hati. Hati-hati dalam menyikapi sesauti.
Hati-hati dalam menilai sesuatu. Hati-hati dalam membuat kesimpulan
terhadap suatu kejadian. Hati-hati meski sekedar dalam hati.
~ Quu Anfusikum wa ahlikum naara
This entry was posted
on Jumat, 23 Oktober 2009
at 17.05
and is filed under
Buletin
. You can follow any responses to this entry through the
comments feed
.
Diberdayakan oleh Blogger.
Follow Me!
Pengunjung
Contributors
- Unknown
Categories
Archives
-
▼
2009
(40)
-
▼
Oktober
(17)
- Hermeneutika dan Studi Al-Qur'an
- Islam Moderat Sebagai Pilihan
- Hukum Musik & Nyanyian Menurut pandangan Islam.
- MEMBINA DIRI DARI PERPECAHAN
- Menggapai "Itqun Minannar"
- Syarat Utama Diterimanya Amal
- Tabayun Dulu Saudaraku...!
- Tiga Derajat Hikmah
- Terbentuknya Masyarakat Satu Tubuh
- Tugas Dan Peran Manusia
- Waktu Adalah Pahala
- Rangkaian Utama Meraih Sukses
- Bayaran Untuk Sukses
- "Jangan Takut Gagal"
- Bukan Sekedar Harta
- Demam Yang Diharapkan
- Bahan Bakar Kehidupan
-
▼
Oktober
(17)