Pengertian Masyarakat :
Allah SWT menciptakan manusia dengan karakter-karakter yang khas, antara lain memiliki naluri mempertahankan diri. Salah satu manifestasi dari naluri tersebut adalah berkumpulnya manusia satu sama lain. Hanya saja, ketika manusia berkumpul dan bertemu belum bisa disebut sebagai suatu masyarakat (mujtama) jika individu-individunya tidak membentuk hubungan atau interaksi (‘alaqat). Kumpulan tersebut hanya sekedar kelompok (jama’ah).
Menurut Taqiyuddin an Nabhaniy dalam kitab ad Daulah al Islamiyah hal 52, interaksi tersebut tidak akan membentuk satu masyarakat kecuali dengan terjadinya kesatuan pandangan pada individu-individu di masyarakat tersebut terhadap hubungan tersebut dengan mempersatukan pemikiran mereka, adanya kesatuan snang dan bencinya mereka terhadap hubungan itu dengan mempersatukan perasaan mereka, dan adanya kesatuan dalam cara pemecahan persoalan-persoalan interaksi tersebut dengan cara mempersatukan peraturan yang memecahkan permasalahan mereka. Oleh karena itu, suatu masyarakat terbentuk dengan adanya interaksi antara individu-individu (al afraad) dalam suatu kelompok manusia yang memiliki kesatuan pemikiran (wahdatul afkar), kesatuan perasaan (wahdatul masya’ir), dan kesatuan peraturan (wahdatul nizham).
Dalam kitab Mitsaaqul Ummah hal 43-44 disebutkan bahwa dengan pengertian masyarakat diatas kita dapat mengetahui adanya ragam masyarakat yang saling berbeda lantaran perbedaan pemikiran, perasaan, dan aturan yang mereka miliki. Jadi suatu masyarakat bisa disebut masyarakat Kapitalis ketika memiliki kesatuan perasaan, pemikiran, dan peraturan yang kapitalis begitu pun dengan masyarakat Komunis. Sedangkan Masyarakat Islam (al Mujtama’ al Islami) adalah suatu masyarakat yang terdiri dari kaum muslimin yang berinteraksi secara kontinue (‘alaqat daa-imiyah) mereka senantiasa diwarnai dengan pemikiran Islam (al afkaar al Islamiyah), perasaan-perasaan Islami (al Masyaa’ir al Islamiyah), dan peraturan-peraturan Islam (al anzhimah al Islamiyah).
Muhammad Husain Abdullah dalam kitabnya Mafahim Islamiyah menulis bahwa suatu masyarakat bisa diklasifikasikan ke dalam dua jenis :
1. Masyarakat Yang Unik, adalah masyarakat yang terbentuk dari individu-individu, pemikiran-pemikiran, perasaan-perasaan dan pemikiran-pemikiran yang berasal dari satu jenis, masyarakat ini hanya akan terwujud bila individunya berpegang kepada mabda (aqidah yang melahirkan berbagai pemikiran dan peraturan) yang satu. Seperti masyarakat Islam, Masyarakat Komunis, dan Masyarakat Kapitalis.
2. Masyarakat Yang Tidak Unik, adalah masyarakat yang terbentuk dari individu, pemikiran, perasaan dan aturan yang bukan dari satu jenis, masyarakat yang seperti ini bisa dikatakan sebagai masyarakat yang amburadul karena tidak berpegang kepada satu mabda dari tiga mabda yang ada, akan tetapi disandarkan pada sesuatu yang lain, seperti negaranya, kaumnya atau yang lain.
Transformasi Masyarakat Islam
Masyarakat Islam di Madinah
Penduduk Madinah ada tiga golongan.
1. Pertama, kaum muslimin yang terdiri dari kaum Muhajirin dan Anshar. Dan ini merupakan kelompok mayoritas.
2. Kedua kaum musyrikin, orang-orang suku aus dan khazraj yang belum masuk Islam. Dan ini merupakan kelompok minoritas.
3. Ketiga kaum Yahudi yang terdiri dari empat kelompok, satu kelompok tinggal di Madinah yaitu Bani Qainuqa, dan tiga kelompok tinggak diluar kota Madinah yaitu Banu Nadlir, Banu Quraizhah, dan Yahudi Khaibar.
Sebelum Islam masuk ke Mainah, kelompok Yahudi ini merupakan masyarakat yang terpisah dari masyarakat Madinah. Pemikiran-pemikiran, perasaan-perasaan, serta pemecahan permasalahan mereka berbeda dari masyarakat Madinah. Oleh karena itu, meskipun mereka tinggal di dalam atau disekitar kota Madinah, mereka tidak dianggap sebagai bagian dari masyarakat Madinah.
Kaum Muhajirin berasal dari kota Mekah dan Anshar merupakan penduduk asli kota Madinah mereka dipersatukan oleh aqidah Islam dan Islam pun telah mempertautkan hati mereka. Oleh karena itu pemikiran dan perasaan mereka satu, serta tentunya interaksi diantara mereka diatur dengan syari’at Islam. Rasulullah saw. memulai langkah membangun masyarakat kaum muslimin tersebut dengan membentuk hubungan diantara mereka berdasarkan aqidah Islamiyah. Beliau menyerukan “gerakan persaudaraan” berdasarkan agama Allah (ukhuwah fillah) dengan mempersaudarakan dua orang-dua orang, sebuah persaudaraan yang memberikan pengaruh nyata dan bisa dirasakan pada aktivitas muamalah mereka, harta mereka, dan segala aspek kehidupan mereka. Beliau mempersaudarakan diri beliau saw, dengan sahabat Ali bin Abi Thalib ra. sebagai dua orang yang bersaudara, beliau mempersaudarakan paman beliau Hamzah bin Abdul Muthalib r.a. dengan maula beliau Zad bin Haritsah r.a. dan sebagainya.
Dari segi materi, hubungan ini mempunyai pengaruh yang kuat. Para Anshar sangat dermawan kepada saudara mereka Muhajirin. Mereka memberikan uang dan berbagai pemberian lainnya, dan mereka bekerja sama dalam memenuhi kebutuhan hidup. Yang pedagang ditunjukkan kepada perdagangan, yang petani ditunjukkan kepada pertanian, dan semua ditunjukkan kepada pekerjaannya. Abdurahman bin Auf r.a. yang pedagang, mulai berdagang dengan menjuak keju dan mentega kemudian banyak sahabat yang mengikuti jejak Abdurrahman. Ini tentunya berpengaruh pada perdagangan mereka. Adapun Abu Bakar, Umar, dan Ali bin Abi Thalib mereka bergelut di bidang pertanian, dan mereka bertani di lahan yang diberikan oleh orang-orang Anshar. Rasulullah saw, bersabda :
“Siapa yang punya tanah hendaknya ia tanami, atau ia berikan kepada saudaranya”
(HR. Al Bukhari)
Mereka semua bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Pada waktu itu ada sekelompok orang yang disebut sebagai ahli shuffah. Mereka adalah sekelompok kecil yang tak punya harta dan pekerjaan serta tempat tinggal. Mereka ditempatkan di shuffah (suatu bagian di mesjid). Mereka mendapatkan bagian dari rizki Allah yang diperoleh kaum Muhajirin dan Anshar. Dengan demikian Rasulullah saw telah membentuk masyarakat klaum muslimin secara mantap dengan asas hubungan masyarakat yang kokoh. Masyarakat yang beliau bangun ini siap menghadapi kekufuran, Yahudi dan munafiq. Adapun orang-orang Musyrik, mereka tunduk dengan hukum Islam dan tidak lama kemudian keberadaan mereka pun hilang. Jadi tidak ada pengaruhnya dalam pembentukkan masyarakat. Sedangkan orang-orang Yahudi, sebelum datangnya Islam, mereka adalah masyarakat lain. Dan setelah Islam datang, semakin jelas perbedaan masyarakat Yahudi dengan Islam. Oleh karena itu, hubungan dengan mereka harus dibangun dengan suatu asas tertentu. Rasulullah saw. menentukan sikap kaum muslimin terhadap mereka dan menetapkan kepada mereka apa yang mesti mereka lakukan delam melakukan hubungan dengan kaum muslimin. Beliau saw. membuat satu pedoman di antara Muhajirin dan Anshar yang kemudian terkenal dengan “Piagan Madinah” yang didalamnya disebut tentang Yahudi dan menetapkan syarat-syarat tertentu kepada mereka. Dalam piagam tersebuit ditentukan hubungan antara qabilah-qabilah Yahudi dengan kaum muslimin setelah ditetapkan hubungan antara sesama kaum muslimin dan hubungan antara kaum muslimin dengan orang-orang yang mengikuti mereka.
Demikianlah masyarakat yang dibangun Rasulullah saw. Masyarakat yang kokoh dan aman dari segenap masyarakat tetangganya yang Yahudi. Kehidupan masyarakat Islam di Madinah bersifat kahs, berbeda peradabannya dari masyarakat lainnya, yakni mempunyai metode kehidupan yang tersendiri. Metode kehidupan dalam masyarakat Islam dapat disimpulkan menjadi tiga bagian :
1. Asas Pembangunan Peradaban adalah Aqidah Islamiyah
2. Standart perbuatan dalam kehidupan adalah perintah dan larangan Allah
3. Arti kebahagiaan dalam kehidupan masyarakat Islam adalah mendapatkan Ridla Allah semata.
Inilah metode kehidupan masyarakat yang ditempuh dan diperjuangkan kaum muslimin. Untuk mengokohkan kehidupan tersebut, dibutuhkan Daulah yang menerapkan aturan Islam dan melaksanakan hukum-hukumnya. Takkala kaum muslimin berpindak ke Madinah, mereka memulai kehidupan dengan warna khas tersebut, yakni kehidupan berasaskan Aqidah Islamiyah. Ayat-ayat Al-Quran pun turun menjelaskan hukum-hukum Allah dalam bidang Muamalah dan Uqubat. Hukum-hukum Ibadah yang belum turun pun turun. Diwajibkan zakat dan shaum pada tahun kedua Hijriah. Pada tahun itu pula disyari’atkan adzan sehingga seluruh penduduk Madinah mendengar adzan sebagai tanda diserukan shalat lima kali sehari. Tujuh belas bulan setelah tinggal di Madinah, qiblat pun dirubah dari Baitul Maqdis ke Ka’bah di kota Mekah. Demikianlah secara berangsur-angsur turun ayat-ayat hukum dalam masalah ibadah, makanan, akhlaq, mu’amalat, dan uqubat. Ayat-ayat yang mengharamkan khamr, daging babi, riba dan lain-lain. Rasulullah pun merinci dan menjelaskan ayat-ayat yang turun berkaitan dengan pemecahan permasalahan kehidupan yang memenuhi kebutuhan dan kemaslahatan masyarakat, memutuskan perkara diantara mereka serta mengatur uruan mereka, dan memecahkan permasalahan mereka dengan ucapan-ucapan beliau dalam pembicaraan dengan mereka dan dengan perbuatan yang beliau lakukan, serta dalam pembicaraan dengan mereka dan dengan perbuatan yang beliau lakukan serta dengan diamnya beliau terhadap perbuatan-perbuatan yang terjadi di hadapan beliau, sebab ucapan, perbuatan dan diamnya beliau adalah syari'at’lantaran yang beliau ucapkan bukanlah dari hawa nafsu beliau melainkan wahyu semata. Allah SWT berfirman :
“Dan tidaklah yang diucapkannya itu (al-quran) menurut hawa nafsunya. Ucapannya itu tidak lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya)” (QS. An-Najm 3-4)
Perkembangan Masyarakat Islam
Diawal pertumbuhannya masyarakat Islam di Madinah ini mengalami berbagai ujian dan cobaan, lebih-lebioh sifat masyarakat yang mengemban risalah Islam ini tidak statis, bahkan dinamis. Maksudnya unsur-unsur yang ada didalam masyarakat tersebut senantiasa berkembang dan menguat seiring dengan periode penurunan syari’at. Dalam interaksinya engan masyarakat luar baik di kota Madinah dan sekitarnya maupun dengan qabilah-qabilah diseluruh jazirah Arabiah, masyarakat yang dipimpin Rasulullah saw. ini menawarkan konsep masyarakat yang baru. Akhirnya pergulatan pemikiran, pertarungan politik dan benturan fisik pun tak terhindarkan. Sejarahpun mencatat debat antara kaum muslimin dengan masyarakat Yahudi dan Nashrani, perang Badar, Pengusiran Bani Qainuqa, persoalan-persoalan kaum munafiq didalam negeri, perang Ahzab, perjanjian Hudaibiyah, pengiriman utusan ke negara-negara tetangga, perang Khaibar, perang Mu’tah, penaklukan kota Mekah, perang Hunain dan perang Tabuk. itulah ujian dan cobaan dalam pertumbuhannya suatu masyarakat yang unik yang baru muncul di permukaan Bumi yang dalam tempo 10 tahun telah berkembang dari “negara kecil” yang hanya meliputi satu kota Madinah, menjadi “negara besar” baru yang meliputi seluruh jazirah Arabiyah.
Perang Tabuk menandai mantapnya negara baru tersebut dalam menjaga tapal batasnta. Lahirnya tentara Romawi dari Tabuk telah membikin kecut musuh-musuh Daulah Islamiyah. Negara baru tersebut semakin mantap setelah turunnya surat Bara’ah (at-Taubah) dimana kaum musyrikin yang masih menyembah berhala, dan melakukan haji dengan kemusyrikannya serta bertawaf dengan telanjang, mereka diberi tempo empat bulan untuk memilih masuk Islam atau mati. Dengan demikian bersihlah jazirah Arab dari noda-noda syirik dan negara baru yang ditegakkan dengan asas aqidah Islamiyah itu siap keluar dari jazirah Arab untuk mengemban da’wah Islam yang Universal itu ke seluruh duinia. Allah SWT berfirman :
“Tidaklah kami utus engkau melainkan sebagai basyir (pemberi kabar baik) dan nadzir (pemberi peringatan) untuk seluruh umat manusia” (QS. Saba’ 28)
Penaklukan demi penaklukan terjadi. Penaklukan yang dilakukan oleh kaum muslimin adalah untuk menyebarkan da’wah Islam, bukan untuk menjajah dan mengeksploitasi bangsa-bangsa yang ditaklukan dan bukan dilakukan lantaran banyaknya kekayaan alam dari suatu negeri. Penaklukan dilakukan semata-mata hanya untuk menyampaikan risalah Islam, membebaskan bangsa-bangsa yang ditaklukan dari kehidupan mereka yang sulit dan dari sistem peraturan hidup mereka yang rusak. Oleh karena itu Penaklukan Islamiyah dilakukan tanpa mengenal kesulitan dan kemudahan, juga tanpa mengenal penolakan atau penerimaan penduduknya. Tanpa membedakan, antara penaklukan Mesir yang kaya raya dan begitu mudah ditaklukan dengan penaklukan Afrika Utara yang miskin, sulit ditaklukan, dan penuh kesulitan dalam menyebarkan Islam. Sebab penaklukan Islam hanya dilakukan demi da’wah Islam. Allah SWT telah menjelaskan sebab-sebab peperangan dan kewajiban jihad bagi kaum muslimin dalam ayat-ayatnya sebagai berikut :
“Dan perangilah mereka itu, sehingga tidak ada fitnah lagi dan ketaatan itu hanya untuk Allah semata.... “(QS. Al Baqarah : 193)
“Dan perangilah mereka, supaya jangan ada fitnah (gangguan) terhadap umat dan agama Islam dan supaya agama itu untuk Allah semata “ (QS. Al anfal : 39). Menurut An Nasafi dan Al Maraghi, maksud ayai ini adalah tegaknya agama Islam dan sirnanya agama-agama yang batil.
“Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak pula kepada hari akhir kemudian dan mereka tidak mengharamkan apa yang telah diharamkan oleh Allah dan RasulNya dan tidak beragama dengan agama yang benar (agama Allah), (yaitu orang-orang) yang diberi al Kitab kepada mereka, sampai mereka membayar jizyah dengan patuh sedang mereka dalam keadaan tunduk” (QS. At Taubah : 29)
Perlu kita ketahui, bahwa futuhat Islamiyah ini (penaklukan ) dilakukan oleh pasukan kaum Muslimin yang terdiri dari para ulama dan ahli-ahli dalam membaca Al-Quran dan menulisnya. Mereka juga disertai para ulama yang berpindah-pindah dari darul Islam ke negeri-negeri yang baru dibuka dengan tujuan untuk menyebarkan da’wah Islam. Oleh karena itu ke dalam negeri-negeri yang ditaklukan itu mereka membawa Al-Quran, As Sunah, dan bahasa Arab. Mereka mengajarkan Al Quran, Al Hadits, dan hukum-hukum Islam, oleh karena itu terjadi gerakan kultur Islam. Gerakan tersebut sangat berpengaruh pada penduduk negeri-negeri yang ditaklukan, meskipun mereka tidak dipaksa untuk masuk Islam. Namum karena kekuatan dan kebenaran mabda Islam, serta begitu jelasnya dan sederhananya aqidah Islam, mereka memasuki agama Allah secara berbondong-bondong. Dengan pengajaran tsaqafah Islamiyah yang dilakukan oleh para ulama, dan penerapan hukum Islam secara praktis. Bangsa-bangsa Persi, Mesir, Syam, Afrika Utara dan Spanyol yang tadinya memiliki kultur tertentu telah mengalami perubahan besar. Mereka yang tadinya berbeda-beda kebangsaan, bahasa, pandangan dan kebudayaan telah menyatu. Mereka bersatu padu menjadi satu umat yakni Umat Islam. Bahasa Arab pun menjadi bahasa persatuan mereka, sebab bahasa Arab adalah bahasa Islam, bahasa Al Quran dan Al Hadits, serta bahasa pengantar yang digunakan oleh Daulah Islamiyah yang menerapkan satu hukum dan perundang-undangan yakni Syari’at Islam. Demikianlah umat Islam yang terdiri dari berbagai bangsa tersebut telah bersatu dalam cara berfikir dan cara memenuhi kebutuhan hidup mereka. Mereka memilki satu Aqliyyah Islamiyah (cara berfikir Islam) dan satu Nafsiyah yaitu Nafsiyah Islamiyah (sikap jiwa yang Islami).
Dengan demikian masyarakat yang tumbuh di Madinah dan Jazirah Arab itu, telah berkembang ke daratan Asia, Afrika, dan Eropa. Wilayah yang begitu luas itu, yang dihuni oleh manusia yang berbeda-beda warna kulitnya, bahasa aslnya, dan kesukuannya, serta kebangsaannya, kepercayaannya dan pemikiran sebelumnya, menjadi satu masyarakat yakni Masyarakat Islam yang memiliki kesatuan pemikiran, perasaan dan aturan yang Islami.
Kehancuran Masyarakat Islam
Masyarakat Islam mengalami kehancuran pada pertengahan abad 18 Masehi, yakni setelah terjadinya Perang Kebudayaan dan Kristenisasi. Setelah sekian lama kaum muslimm mengalami stagnasi lantara negara hanya memfokuskan diri dalam bidang militer, kurang memperhatukan bahasa Arab dan pengembangan pemikiran dan ilmu pengetahuan, serta lantaran proses penjang kebekuan pemikiran lantaran adanya seruan-seruan penutupan pintu ijtihad (sejak abad 4 Hijriyah) dan mayoritas masyarakat pun bertaqlid, sebagian kaum muslimin, khususnya kalangan terpelajar, mulai terpesona dengan kemajuan Barat. Mereka pun mulai mengirimkan mahasiswa nya untuk belajar ke Eropa, ternyata para mahasiswa itu justru mengalami “keterpengaruhan budaya” karena menganggap kebudayaan Barat tersebut baik untuk umat Islam. Keterpengaruhan mereka itu mereka bawa pulang ke negeri-negeri Islam mereka yang masih di bawah naungan Daulah Utsmaniyah yang sedang sakit berat. Kondisi diperparah ketika mereka terpengaruh oleh kepemimpinan berfikir Barat, yakni suatu aqidah yang sangat bertentangan dengan aqidah Islam. Akibatnya, kalangan terpelajar itu mengatakan bahwa “Agama Islam wajib dipisahkan dari negara” sedangkan kalangan kaum muslimin yang tidak terpelajar mengatakan “jangan kalian masukkan agama itu ke dalam politik” Inilah yang terjadi pada masa-masa kemunduran masyarakat kaum muslimin diambang keruntuhan Daulah Khilafah Islamiyah Utsmaniyah.
Disamping berbagai kelemahan yang sudah ada, masuknya pengaruh Barat, terhentinya politik luar negeri Daulah Islan dan jihad fi sabilillah serta dimasukkannya sebagian perundangan Barat ke dalam perundangan Daulah Islamiyah akibat Daulah tersebut menerima syarat tersebut ketika masuk ke Liga Bangsa-Bangsa (LBB saat ini menjadi PBB) pada tahun 1856, dan juga adanya berbagai goncangan yang datang dari dalam maupun luar Daulah Islamiyah. Daulah Islamiyah semakin tersungkur ketika terjadinya Perang Dunia Pertama tahun 1917 dikalahkan oleh sekutu.
Daulah Islamiyah Utsmaniyah merupakan kelanjutan dari Daulah Islamiyah di masa Rasulullah saw., Khulafa-ur Rasyidin, Daulah Umayyah, dan Daulah Abasiyyah yang selama ini mempunyai masyarakat kaum muslimin yang Islami akhirnya runtuh pad Tanggal 3 Maret 1924 Masehi. Khalifah terakhir, Sultan Abdul Madjid diusir. Kekhilafahan pun diubah oleh Mustafa Kamal menjadi Republik Turki. Dan sekulerisasi di pusat Daulah Islamiyah itupun dilancarkan besar-besaran.
Masyarakat Islam setelah Runtuhnya Al Khilafah
Runtuhnya Khilafah Utsmaniyah menyebabkan negeri-negeri Islam dikontrol dan diperintah langsung oleh para penjajah Barat. Mereka segera menerapkan sistem peraturan Barat yang kufur itu di negeri-negeri Arab dan wilayah Islam lainnya. Mereka pun menyusun kurikulum pendidikan yang mereka dasarkan atas peradaban dan kebudayaan mereka yakni “pemisahan agama dari kehidupan” yang konsekuensinya adalah pemisahan agama dari negara. Dengan pendidikan tersebut penjajah Barat menjadikan kepribadian mereka sebagai standart kebudayaan kaum muslimin. Penjajah Barat menjadikan peradaban mereka dan pemahaman-pemahaman hidup mereka, struktur negara mereka, sejarah, dan lingkungan mereka sebagai standart bagi kaum muslimin. Para penjajah itu bahkan memutar balikkan fakta sedemikian rupa, sehingga kaum muslimin menganggap mereka (para penjajah) mulia, bangsa teladan, dan sebuah kelompok yang kuat yang mau tidak mau kaum muslimin harus berjalan bersama mereka dalam menempuh kehidupan. Dengan cara-cara yang kotor mereka menyembunyikan tampang kalonialis mereka yang mempelajari suatu kebudayaan yang merusak. Mereka belajar bagaimana cara orang lain (Penjajah Barat) berfikir, akibatnya kaum muslimin menjadi lemah untuk belajar bagaimana mereka sendiri (kaum Mslimin) berfikir.
Pengaruh masuknya kebudayaan Barat itu tidak terbatas hanya kepada kalangan terpelajar saja, tapi merata kepada masyarakat scara umum. Mayarakat kaum muslimin pun diracuni oleh para penjajah Barat dengan paham kebangsaan, patriotisme, dan sosialisme serta paham-paham kedaerahan yang sempit. Juga masyarakat kaum muslimin diracuni dengan kemustahilan berdirinya Daulah Islamiyah dan kemustahilan persatuan dan kesatuan negeri-negeri Islam dengan adanya perbedaan kultur, penduduk, dan bahasa, sekalipun mereka merupakan suatu umat yang terikat dengan aqidah Islamiyah yang memancarkan sistem Islam selain itu mereka diracuni dengan konsep-konsep politik yang salah seperti “Kedaulatan di tangan rakyat” mereka juga diracuni dengan selogan-selogan yang kelitu seperti “Agama milik Allah dan tanah air milik Masyarakat” (lihat kitab at Takattul hal 14-15).
Akibat proses peracunan tersebut masyarakat di negeri-negeri Islam, termasuk negeri-negeri Arab, mengalami perubahan luar biasa, yang tadinya Islami menjadi tidak Islami, yang tadinya diliputi pemikiran-pemikiran Islam sepenuhnya menjadi mengadopsi banyak sekali pemikiran Barat. Perundangan Barat pun mereka terapkan dan perjuangkan. Sebagian besar negeri Arab dan Islam lainnya menerapkan sistem peraturan Barat. Negeri-negeri Arab yang justru sumbernya Islam ternyata mayoritas mereka meninggalkan hukum-hukum Islam. Dan mereka hanya menggunakan hukum Islam yang hanya berkaitan dengan masalah nikah, talak, cerai, rujuk dan sebagian kecil hukum Islam lainnya. Yang menerapkan hukum Islam yang agak uas hanyalah Arab Saudi. Namn untuk sistem pemerintahan Islam dan fiqih siyasah (politik), nampaknya para penguasa kaum muslimin itu sepakat untuk meninggalkan Islam.
Akhirnya Masyarakat kaum muslimin yang tadinya merupakan umat yang satu kini menjadi tercerai berai menjadi lebih dari 50 negara kecil-kecil yang telah kehilangan ciri khasnya seperti yang pernah digambarkan oleh Rasulullah saw sebagai berikut :
“Perumpamaan seorang mukmin didalam cinta dan kasih sayang seperti satu tubuh, jika mengeluh alah satu anggota tubuh, maka yang lain akan merasakan demam dan panas serta tak bisa tidur”. Justru masyarakat kaum muslimin yang kini jumlahnya lebih dari satu milyar itu bagaikan hidangan yang disantap dan diterkam oleh musuh-musuhnya. sebab mereka tidak menjadi masyarakat yang satu tubuh seperti masyarakat yang pernah ada dalam Daulah Islamiyah di masa Rasulullah saw sampai pada akhir hancurnya Daulah Islamiyah Utsmaniyah.
Ukhuwah Islamiyah
Ukhuwah Islamiyah dan Kedengkian Barat
Setelah hancurnya kekhilafahan terakhir Turki Utsmani pada tanggal 3 Maret 1924, maka lenyaplah Islam dari eksistensi politik dan sosial. Sementara itu, kafir penjajah secara terus menerus melakukan usaha penghancuran umat Islam. Mereka menghantam kesatuan umat dan daulah dengan terlebih dahulu membuat keraguan terhadap Islam. Barulah kemudian mereka membagi-bagi wilayah Daulah Islamiyah menjadi negeri-negeri Islam. Pemecahbelahan ini menyebabkan hilangnya harapan untuk mengembalikan sistem Kekhilafahan.
Setelah kehancuran Islam, kafir Barat menarik diri dari semua negeri Islam, tetapi mereka menempatkan penguasa Muslim menggantikan kedudukan mereka. Pengganti mereka itu ternyata jauh lebih kejam dan lebih bersemangat menghapus sistem Islam. Agar negeri-negeri Islam itu tetap cerai berai, dibuatlah ikatan persahabatan, hubungan ketetanggaan dan kebersamaan dalam kepentingan belaka. Ikatan inilah yang dijadikan media komunikasi di negeri-negeri Islam, menggantikan ikatan Keislaman.
Dilema Ukhuwah Islamiyah
Ikatan Ukhuwah Islamiyah akhirnya lenyap, dan tidak membekas pada individu, rakyat maupun negara. Orang faham dan maklum bagaimana hubungan antar Irak dengan Iran, Suriah dengan Turki, atau antara Mesir dengan Libia. Hubungan mereka tidak lagi berdasarkan ikatan keislaman, tetapi hanya sekedar ikatan persahabatan untuk kepentingan bersama. Kemudian sering terdengar cekcok diantara mereka tentang batas negara. Suriah menuntut Turki untuk mengembalikan daerahnya yang bernama Liwaul Iskandariyah, Iran menuntut Irak agar mengembalikan pulau-pulau Abi Musa, Tambul Besar dan Pulau Ton Kecil.
Itulah strategi “Memecah Belah” yang dilakukan kafir penjajah. Dengan cara demikian mereka berhasil membuat teritorial penguasaan dan pengawasan, berhasil menyulitkan usaha mengembalikan sistem Khilafah sekaligus membuat media dan ajang bertengkar diantara sesama muslim. Keadaan ini membuat kacau suasana karena setiap penduduk suatu wilayah menganggap bahwa negeri tempat mereka berpijak adalah satu-satunya wilayah dan tempat kepentingan mereka, lalu berusaha memisahkan diri dari wilayah lainnya. Usaha mengembalikan sistem Khilafah semakin sukar. Gambaran eksistensi khilafah satu-satunya Sistem Pemerintahan Islam yang mengayomi seluruh Muslim di Dunia, semakin kabur.
Usaha kafir enjajah telah berhasil menghilangkan ikatan keislaman ikatan seperti ini hanya terbatas dipraktekkan sebagian individu. Persatuan umat telah tercabik-cabik. Predikat Ummah yang dulu merupakan ikatan penghubung diantara rakyatnya, kini tidak ada lagi.
Allah SWT menjadikan orang-orang mukmin bersaudara. Hubungan mereka didasari Ukhuwah Islamiyah, sedangkan hubungan dengan orang kafir tidak boleh ada hubungan persaudaraan. Tidak ada hubungan persaudaraan kecuali hanya antar sesama Mukmin. Tidak ada hubungan persaudaraan antara orang kafir dengan orang Mukmin selama-lamanya. Sebab diantara mereka memang tidak ada tali penghubung, yakni tali Islam. demikian juga tidak ada hubungan persaudaraan berdasarkan garis keturunan selama seseorang tetap setia denga kekufurannya. Rasulullah saw. bersabda :
“Seorang mukmin adalah saudara mukmin yang lain. Maka tidak halal baginya menjual di atas perdagangan saudaranya dan melamar di atas lamaran saudaranya sebelum saudaranya itu meninggalkan lamarannya”(HR. Muslim dari Uqbah bin Amr)
Sabdanya lagi :
“Muslim itu adalah saudaranya muslim yang lain. (ia) tidak mendzolimi dan tidak pula menyerahkannya ke tangan musuh atau membinasahkannya. Apabila seseorang memenuhi kebutuhan saudaranya, maka Allah akan memenuhi kebutuhan orang tersebut. Dan siapa yang membebaskan seorang Muslim dari kesulitan, maka Allah akan membebaskannya dari salah satu kesulitan di Hari kiamat. Juga sipa saja yang menutupi aib sesama Muslim, maka Allah akan menutupi aibnya di Hari Kiamat nanti”
(HR. Ahmad, Bukhari, Muslim, Abu Daud, Tirmidzi, Nasa’i dari Ibn Umar)
Kemudian Sabdanya pula:
“Hai manusia, sesungguhnya Rabb kalian adalah satu dan bapak kalian juga satu. Tidak ada keutamaan orang ‘Ajam atas orang Arab. Tidak ada Keutamaan orang hitam di atas orang merah. Juga tidak ada keutamaan kulit merah atas orang kulit hitam kecuali teqwanya” (HR. Imam Ahmad)
Seluruh Hadits di atas menunjukkan bahwa satu-satunya ikatan penghubung antar Muslim adalah persaudaraan Islam. Islam adalah satu-satunya ikatan yang diwajibkan Allah SWT untuk seluruh manusia yang beriman, apakah orang Arab maupun bukan.
Islam menghancurkan ikatan kebangsaan dan kesukuan setiap bangsa yang memeluk Islam, menggantinya dengan ikatan persaudaraan Islam. Mereka bersatu dalam bahasa, tsaqafah, adat dan seluruh peraturan yang berlaku. Tetapi setelah Barat menyerang dan menguasai daerah-daerah Muslim, mereka hancurkan persatuan ummat dan negara. Mereka bangkitkan kembali di tengah kaum Muslimin fikrah Nasionalisme dan Patriotisme, adat, tradisi kuno, Kultur dan agama-agama kuno, seperti Asyiria, Barbaria, Persia, Budhisme, keberhalaan primitif dan lain-lain. Demikian juga kurikulum pendidikan di negeri-negeri Islam diberi landasan fikrah dan pandangan tentang kehidupan, kebudayaan dan peraturan Barat. Sungguh tragis, kita telah kembali ke zaman sebelum Islam.
Malapetaka ini telah menyebabkan kepunahan Daulah Islamiyah dan menghapuskan umat Islam ke arah kemusnahan. Mereka juga mencegah Kaum Muslimin bersatu berdasarkan Islam dibawah naungan Daulah Islamiyah. Padahal Islam mewajibkan kauk Muslimin mengembalikan sistem kekhilafahan sebagaimana Islam mewajibkan pula menghilangkan perpecahan serta memerintahkan untuk bersatu. Sekarang, seluruh kaum Muslimin tidak menyadari hakekat penyesatan berfikir yang dilakukan Barat dan para penguasa boneka mereka.
Kini telah tiba saatnya mencabut fikrah-fikrah Barat, semisal Liberalisme, Sekulerisme,Sosialisme dan Komunisme. Sudah saatnya mengganti fikrah-fikrah sesat tersebut dengan fikrah Islam dan Ikatan keislaman yang dikehendaki Allah SWT yaitu ikatan persaudaraan Islam.
Ikatan inilah yang dapat mengembalikan persatuan ummat, negara dan seluruh generasi manusia. Bagi Muslimin, tidak ada kemuliaan, kesenangan, kesejahteraan batin dan rasa aman kecuali dengan Islam dan hidup di bawah naunagan Islam.
Manifestasi Ukhuwah Islamiyah
Kesatuan Umat dan Daulah
Salah satu manifestasi ukhuwah Islamiyah yang paling penting adalah persatuan antar bangsa-bangsa Islam di seluruh muka bumi. Persatuan ini dianggap sebagai satu teritorial dan sat negeri. Bila mereka berpindah dari satu negeri Muslim ke negeri Muslim yang lainnya tidak dianggap keluar negeri atau menjadi orang asing. Sebab, negeri Islam manapun merupakan milik kaum Muslimin seluruhnya.
Memecah belah negeri-negeri Muslim atau meletakkan garis batas antara negeri-negeri tersebut adalah haram. Masuknya seorang Muslim ke negeri Islam lainnya tidak memerlukan visa atau paspor. Inilah yang pernah dilaksanakan dulu oleh Daulah Islamiyah. Allah SWT berfirman :
“Dan ingatlah akan nikmat Allah yang diberikan padamu tatkala kalian pernah bermusuhan, lalu Kami persatukan hatimu. Dan atas nikmat Allah kamu menjadi saudara” (QS. Ali Imran : 103)
Sabda Rasulullah:
“Akan terjadi fitnah di masa mendatang,oleh karena itu siapa saja yang berusaha memecahbelah umat Islam (pada saat itu keadaan mat bersatu), maka pancunglah kepalanya, siapapun orangnya” (HR. Muslim)
Mempertahankan Negeri Islam
Ukhuwah Islamiyah menonjol ketika musuh dari negeri-negeri lain berkomplot untuk menyerang Islam. Pada saat tersebut kaum Muslimin bersatu mempertahankan negeri khilafahnya. Begitu musuh hendak merampas sebagian wilayah mereka, maka mereka telah bersiap diri memasuki kancah peperangan, betapapun lamanya, seperti yang mereka lakukan ketika terjadi perang salib yang berlangsung selama 200 tahun sampai mereka berhasil mendobrak kaum salib dari Palestina.
Sekarang tidak ada lagi semangat mempertahankan negeri-negeri Islam. Terhadap pendudukan Yahudi di Palestina, Rusia di Afganistan, mereka diam. Padahal jihad terhadap orang-orang kafir dan mempertahankan negeri Islam adalah wajib bagi umat di setiap zaman meskipun penguasanya baik atau buruk, Allah SWT berfirman:
“Jika kamu tidak mau berperang atau tidak mau ke medan perang, maka pasti didatangkan azab yang pedih, dan engkau / kaummu akan diganti dengan kaum lain. Hal ini tidak akan merugikan Allah sama sekali. Dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu”
(QS. At Taubah : 39)
FirmanNya yang lain:
“Bunuhlah mereka (orang-orang kafir) dimana saja mereka berada dan usirlah mereka sebagaimana mereka pernah mengusirmu dahulu” (QS.Al Baqarah : 191)
Kedua ayat diatas menunjukkan bahwa Rasulullah saw dan para pengikutnya telah berperang melawan qabilah-qabilah yang menentang Daulah Islamiyah dalam perang Ahzab, meskipun kekuatan musuh saat itu tiga kali lipat kekuatan kaum Muslimin. Itulah yang terjadi pada hari-hari pertama berdirinya Daulah Islamiyah di Madinah. Hal itu mungkin terjadi lagi bila Daulah Islamiyah berdiri di masa depan. Setiap Muslim wajib membela khilafah, sebab khilafah ini pasti terancam oleh gabungan kekuatan kafir, juga para penghianat yang muncul dari kalangan Muslimin sendiri.
Amar Ma’ruf Nahi Mungkar
Ukhuwah Islamiyah biasanya muncul pada saat anggota masyarakat melaksanakan kewajiban dan tuntutan untuk berpegang teguh kepada Syari’at Islam, yaitu seruan “amar ma’ruf nahi mungkar”. Tuntutan tersebut bisa dilakukan oleh anggota atau kelompok masyarakat. Mereka malakukan kritik manakala penguasa buruk menerapkan Syari’at Islam atau berkhianat terhadap penerapan Aturan Islam, yakni dengan cara menerapkan aturan yang bukan Islam, atau berkhianat terhadap umat dengan memberikan kesempatan orang-orang kafir berkuasa diatas umat.
Kritik semacam itu sering muncul pada abad-abad pertama. Umat Islam berdiri di hadapan penguasa dengan berani menasehati pada setiap kali melihat pemimpinnya menyimpang, berkhianat atau menerapkan hukum-hukum kufur. Tindakan yang sama juga dilakukan seorang Muslim yaitu menasehati kawannya sesama Muslim setiap melihat saudaranya itu keluar dari ketentuan hukum Islam.
Islam selalu menganjurkan untuk mengubah kemungkaran dengan amar am’ruf nahi mungkar, serta mengamati penerapan hukum Islam di dalam masyarakat dan negara Allah SWT berfirman:
“Orang-orang Mukmin dan orang-orang Mukminat adalah wali satu sama lain, mereka menyuruh pada kebaikan dan melarang perbuatan munkar, mendirikan shalat, mengeluarkan zakat, dan taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu adalah orang-orang yang akan diberi Rahmat oleh Allah” (QS.At Taubah : 71)
Rasulullah bersabda :
“Tegakkanlah amar ma’ruf nahi munkar dan tuntunlah para penguasa yang zalim, doronglah mereka kepada yang hak. Paksalah mereka berbuat yang hak, jika tidak, maka Allah AWT akan memecahbelah hatimu dan akan merasakan adzab” (HR. Tirmidzi)
Tolong Menolong dengan Sesama Muslim
Diantara realisasi ukhuwah Islamiyah adalah muwalahnya (tolong menolong) orang-orang muslim satu sama lain. Mereka muwallah terhadap orang-orang kafir baik secara individu mapun dengan mengangkat menjadi pemimpin. Tiap individu tidak mengambil wali dari orang-orang kafir dalam setiap jenis perwalian, sehingga ia tidak terjerumus untuk saling tolong menolong dan bantu membantu dengan orang-orang kafir.
Adanya muwallah sesama Muslim, akan menyebabkan bahu membahu dalam mengemban risalah Islam atau memerangi orang-orang kafir dan munafiq. Demikian pula orang-orang Muslim tidak akan memasukki medan perang antar sesama Muslim yang mengancam jiwa sesama Muslim
Diantara contoh muwallah sesama muslim adalah adanya persahabatan dan saling membantu antar sesama. Ia tidak mencintai orang kafir atau menjadikannya sahabat, sebab Allah SWT dengan jelas mengharamkan mengambil orang kafir sebagai wali. Firman Allah SWT:
“Berilah kabar gembira kepada orang-orang munafiq bahwa mereka akan menerima azab pedih, yaitu mereka yang telah mengambil orang-orang kafir sebagai wali mereka bukannya orang-orang Mukmin. Apakah mereka itu menghendaki kemuliaan padahal seluruh kemuliaan itu ada di Tangan Allah” (QS. An Nisaa : 138-139)
Rasulullah saw bersabda :
“Orang Mukmin dengan sesama Mukmin adalah seperti bangunan yang saling memperkuat”(HR. Bukhari dan Muslim)
Sabdanya yang lain:
“Muslim itu saudaranya Muslim lainnya, tidak mendzoliminya, tidak menghinanya dan tidak mencelanya”(HR. Bukhari dan Muslim)
Isi hadits juga ditunjukkan kepada para penguasa muslim yang mempunyai kewajiban melindungi umatnya, atau meminta pertolongan kepada umatnya untuk menangkal serangan musuh, bukan sebaliknya, meminta tolong kepada musuh untuk menghantam umatnya. Tidak dibenarkan para penguasa menzalimi orang-orang Muslim, menghina atau membiarkannya di bawah kekuasaan orang-orang kafir.
Tidak Melanggar Kehormatan Sesama Muslim
Sesungguhnya jiwa seorang Muslm memiliki kehormatan yang tidak boleh dilanggar dalam keadaan bagaimanapun, sebagaimana halnya keselamatan harta dan kehormatan mereka. Siapa saja yang mengi’tikadkan bahwa setiap muslim adalah saudaranya, mustahil ia melanggar hak saudaranya, seperti membunuh, menuduh, memarahi, menggunjing, menghina, menipu, memata-matai dan lain sebagainya. Sebab, Islam telah mengharamkan melanggar kehormatan kaum muslim sebagaimana firman Allah SWT:
“Siapa saja membunuh seorang muslim dengan sengaja, maka ganjarannya adalah jahanam. Ia kekal di sana dan Allah murka serta menjanjikan mereka adzab yang pedih”
(QS. An Nisaa : 93)
FirmanNya yang lain:
“Wahai orang-orang yang beriman, jauhilah banyak berprasangka karena sebagian dari prasangka adalah dosa, dan jangan saling memata-matai, dan jangan saling menggunjung. Apakah kamu suka makan bangkai saudaramu yang mati? Maka tentulah kamu merasa jijik. Bertaqwalah kapada Allah, sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang” (QS. Al Hujurat : 12)
FirmanNya yang lain :
“Dan mereka yang telah menuduh orang-orang suci berbuat zina kemudian tidak mampu mendatangkan empat orang saksi, maka deralah mereka dengan 80 kali deraan. Kemudian jangan lagi diterima kesaksiaan mereka. Sesugguhnya mereka itu aalah orang-orang fasiq” (QS. An Nuur : 4)
Rasulullah saw bersabda:
“Hilangnya dunia ini lebih enteng bagi Allah daripada membunuh atau dibunuhnya seorang muslim oleh seseorang” (HR. Tirmidzi)
Sabdanya yang lain:
“Harta, kehormatan dan nyawa seorang muslim, haram bagi seorang muslim lainnya. Cukuplah kebaikan bagi seorang muslim atau cukuplah keburukan bagi seseorang dengan menghina saudaranya Muslim” (HR. Abu Daud)
Menonjolkan dan Meluaskan Ukhuwah Islamiyah
Ukhuwah Islamiyah wajib muncul ketika berhubungan dengan sesama muslim, dalam tingkah laku individual, jama’ah dan hubungannya antara pemimpin dan yang dipimpin, serta antara penguasa dan rakyat. Tumbuhnya ukhuwah Islamiyah antar sesama mereka, menunjukkan keluhuran akhlaq dan sifat mulia seseorang. Diantara perwujudan ukhuwah Islamiyah tersebut adalah pemaaf, dapat menahan marah, sabar, tahan menanggung siksaan terutama saat mengemban da’wah, jujur, malu, tawadlu, murah hati, menepati janji, baik sangka, siap menunjukkan ke arah kebaikan dan memperbaiki kesalahan, saling mencintai dan tidak mementingkan diri sendiri meskipun sedang dalam kesulitan.
Semua itu menunjukkan manifestasi ukhuwah Islamiyah yang mulia, agunf dan memberi bekas yang besar di dalam masyarakat. Telah banyak diuraikan ayat dan hadits yang melarang muslimin memiliki akhlaq yang buruk dan sifat-sifat buruk lainnya, seperti ghibah, menggunjing, memfitnah, dengki, suka membeberkan aib seorang muslim, kikir dalam berinfaq, menipu, sombong, nifak dan sebagainya. Sebaliknya persahabatan, kelemahlembutan terhadap orang-orang muslim, kasih sayang sesama muslim, mendo’akan mereka, memenuhi kebutuhan mereka, membantu mereka, berziarah kepada mereka, bersama-sama dalam kegembiraan dan kesusahan, ikut simpati terhadap masalah mereka, memberi hadiah pada saat-saat munasabah tertentu, atau mewariskan harta kepada mereka sebelum meninggal dunia, menjenguk mereka sewaktu sakit, mengurus dan mengantar jenazah hingga menguburkannya, adalah jenis hubungan kemanusiaan yang agung dan sempurna. Banyak ayat Al-Quran dan Hadits yang menunjukkan bahwa sifat-sifat ini sudah mendarah daging pada diri para sahabat, seolah-olah mereka adalah Al-Islam yang berjalan di atas bumi.
Kembali kepada Ukhuwah Islamiyah yang Sejati
Demikianlah manifestasi dari ukhuwah Islamiyah yang penting sebagaimana telah ditunjukkan nash Syar’i dalam Al Quran dan Sunnah Rasul. Apabila hal tersebut tersebar dikalangan orang Islam, seperti yang pernah terjadi pada masa kejayaan Islam, maka umat Islam, seperti pasti mampu bangkit seperti sediakala. Apabila hal ini berdasarkan Aqidah Islam, saat itulah penampakkan eksistensi Islamiyah, bukan Nasionalisme, Patriotisme atau Sekulerisme yang berdiri diatas dasat maslahat bersama, buka pula eksistensi palsu yang berdiri di atas hubungan ketetanggaan atau persahabatan antar sesama bangsa Islam dan sebagainya.
Memang negeri-negeri kufur yang pernah menjajah kaum Muslimin begitu lamanya, masih gigih menghalangi kita kembali kepada ukhuwah Islamiyah yang sebenarnya, yang mampu menghubungkan sesama negeri dan bangsa-bangsa Islam yang ada di muka bumu ini, sebagaimana mereka (kafir penjajah) telah menghalangi kita untuk mengembalikan kekhilafahan untuk kali yang ke dua
This entry was posted
on Jumat, 23 Oktober 2009
at 17.08
and is filed under
Artikel
. You can follow any responses to this entry through the
comments feed
.
Diberdayakan oleh Blogger.
Follow Me!
Pengunjung
Contributors
- Unknown
Categories
Archives
-
▼
2009
(40)
-
▼
Oktober
(17)
- Hermeneutika dan Studi Al-Qur'an
- Islam Moderat Sebagai Pilihan
- Hukum Musik & Nyanyian Menurut pandangan Islam.
- MEMBINA DIRI DARI PERPECAHAN
- Menggapai "Itqun Minannar"
- Syarat Utama Diterimanya Amal
- Tabayun Dulu Saudaraku...!
- Tiga Derajat Hikmah
- Terbentuknya Masyarakat Satu Tubuh
- Tugas Dan Peran Manusia
- Waktu Adalah Pahala
- Rangkaian Utama Meraih Sukses
- Bayaran Untuk Sukses
- "Jangan Takut Gagal"
- Bukan Sekedar Harta
- Demam Yang Diharapkan
- Bahan Bakar Kehidupan
-
▼
Oktober
(17)