Dan (Ingatlah)ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, Aku hendak menjadikan khalifahdi bumi". Mereka berkata, "Apakah Engkau hendak menjadikan orang yang merusakdan menumpahkan darah di sana, sedangkan kami bertasbih memuji-Mu danmenyucikan nama-Mu?" Dia berfirman, "Sungguh, Aku mengetahui apa yang tidakkamu ketahui."(Al-Baqarah, ayat-30)
Saudaraku!. Ada banyak pertanyaan selepas halaqah pagi ini yang berkeliaran di pikiran.Tentunya, tidak lari dari mempermasalahkan eksistensi diri kita sebagai khalifah. Dewasa kini, konflik internal dalam kepemimpinan sering kali menghiasi ranah pemikiran kita. Bahkan, terjadi perdebatan disana-sini yang sampai sekarang belum ditemukan titik temunya. Sistem demokrasi yang berjalan, tidak seperti yang diharapkan, dan cenderung didasari kepentingan politik semata, tanpa adanya maslahat umat didalamnya. Nah, dari sini telah tampak, bahwa, demokrasi yang kita usung masihlah lemah untuk dijadikan panggung kepimpinan negara yang bermayoritas muslimin ini. Kegelisahan yang menggunung, seakan siap-siap meletus kapan saja, melihatkondisi yang tak karuan ini. Maka tak salah jikalau diawal penciptaan kita, malaikat bertanya sebagai pelajaran awal demokrasi yang diajarkan Allah melalui dialog-Nya dengan malaikat ketika akan menciptakan Adam. Malaikat bertanya sebagaimana ayat diatas "Apakah Engkau hendak menjadikan orang yang merusak danmenumpahkan darah di sana, sedangkan kami bertasbih memuji-Mu dan menyucikannama-Mu?"
Dalam kajian yangsaya ikuti pagi ini, pertanyaan kritis malaikat tersebut banyak yang menanggapidengan pandangan yang berbeda-beda, yang pada kesimpulannya terangkum dalam 3 poin berikut:
1. Di awal penciptaan manusia-Adam. Dialog yang tertera diatas bukanlah disebabkan lemahnya kekuasaan Allah dalam bertindak. Pastinya kita bertanya, dengan kekuasaan-Nya, apa yang tidak dapat ia lakukan dan kehendaki. Lantas, mengapa diadakannya dialog tersebut. Ternyata itu adalah Isti'lam-pemberitahuan-kepada malaikat dan iblis ciptaan-Nya, bahwa akan diciptakan-Nya makhluk termulia yang belum pernah ada sebelumnya. Sebuah pengakuan, dan eksistensi sebagai makhluk yang mendapat amanat sebagai 'khalifah' di muka bumi. Dari sini, ada pelajaran penting bagi kita yang ingin menjadi pemimpin, bahwa, sebagai pemimpin hendaklah transparan dalam mengambil keputusan. Memberikan pengakuan, pengukuhan terhadap keputusan yang telah ditetapkan, siap menjadi benteng dan tulang punggung apabila terjadi kekhilafan sewaktu-waktu. Itu jelas dengan adanya pernyataan Allah "Sungguh, Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui." Nah, pastinya Allah telah menjamin apa yang akan terjadi setelahnya. Walaupun realitanya kita banyak mengingkari apa yang telah diamanatkan sebagai khalifah untuk sekarang ini. Dengan banyaknya kerusakan yang kita lakukan, Ia masih saja memberikan banyak peluang, rezeki, dan karunia lain yang masih dapat kita rasakan untuk saat ini.
2. Dari pertanyaan Malaikat di ayat ini. Tampak bahwa, Allah ingin mengajarkan bagaimana sistem demokrasi yang baik itu. Mengajarkan kita untuk berpikir kritis menyikapi segala hal, pastinya sesuai dengan rambu-rambu yang jelas. Yakni, dengan adap dan kesopanan. Tidak dengan kekerasan dan prilaku anarkis seperti yang terjadi dewasa kini. Mengawali dengan menjalankan kewajiban sebelum menyuarakan hak. Lihatlah! malaikat bertanya dengan mengutarakan kepatuhan yang selama ini telah dilakukannya. Rasa penasarannya terhadap makhluk yang bernama khalifah yang akan diciptakan Allah, menimbulkan pertanyaan kritis dengan adanya makhluk-makhluk lain sebelum penciptaan Adam, yang lebih dulu yang sempat memberikan gambaran bagi malaikat untuk meragukan makhluk berwujud manusia ini. Dengan kerusakan-kerusakan yang telah diciptakan Allah sebelumnya. Makhluk seperti apakah itu? Wallahu a'lam. Kekhawatiran malaikat lantas disambut dengan baik oleh Allah. Dan jikalau dilanjutkan ayat diatas dengan ayat selanjutnya. Jelaslah, bahwa malaikat menerima dan mengakui kelebihan yang diberikan Allah terhadap manusia, yang tidak dimiliki oleh makhluk Allah lainnya. Yakni, akal. Sebagai pembanding dan penuntun jalan hidup yang kerap kita pergunakan. Nah, kalau saja kita mengawali kewajiban-kewajiban kita terlebih dahulu sebagai bangsawan sejati, dan menyuarakan hak-hak yang memang sepantasnya dimiliki. Dan sebagai pemimpin pula, hendaklah menerima masukan dan suara tersebut. Maka, besar kemungkinan agama, bangsa, ini akan senantiasa diliputi kedamaian. Perselisihan pun dapat diminimalisir.
3. Dari kekhawatiran malaikat yang timbul di atas. Bahwa manusia akan melakukan perusakan dimuka bumi. Kalaulah ditinjau dari bahasa arab yang tertera di ayat, tampak bahwa kekhawatiran dan pengrusakan tersebut diawali dengan fi'il Mudhari', yang berarti akan dilakukan. Nah, dilihat hingga akhir kekhawatiran itu, setidaknya malaikat mengharapkan adanya pembenahan dan pensucian. Coba kita simak urutan fi'il mudhari yang tertera di ayat tersebut (kalau bisa dengan Qur'an tarjamah). Kata Yufsidu (merusak), Yasfikuddima'(menumpahkan darah), nusabbihu (memuji), nuqaddisu (mensucikan). Keempat kata mudhari' di atas seakan urutan yang menunjukan adanya keseimbangan hidup. Diawali dengan merusak, menumpahkan darah, memuji, dan mensucikan, kita diajarkan tentang keseimbangan. Bahwa, setelah melakukan suatu keburukan hendaklah diakhiri dengan kebajikan. Kerusakan diakhiri dengan perbaikan, dan bukan untuk formalitas saja. Subhanallah, sungguh tersirat makna mendalam yang sangat luas.
Yang menjadipermasalahan sekarang adalah, Sudahkah kita menyadari derajat kita sebagaikhalifah? Sudahkah kita tahu apa makna khalifah itu? Siapa-siapa sajakah yangmengemban amanah sebagai khalifah? Apa visi dan misi khalifah itu? Nah,pertanyaan-pertanyaan di atas hendaklah kita tanggapi bersama.
I. Menyadari eksistensi sebagai khalifah
Khalifah, berasal dari kata khalafa-yakhlufu-khilafatan, yang berarti menggantikan. Di masa kenabian istilah ini sering dijadikan sebagai derajat kepemimpinan, yakni, sepeninggalan Nabi Muhammad SAW. Kalau kita ingin mendalam lagi, dari kalimat ini dapat di ubah ke berbagai macam bentuk fi'il (kata kerja) dan ism (nama), yang pada akhirnya akan kita temukan makna berikut, Khaalafa (menyalahi),Mukhaalafah (tak setuju), takhallafa (tertinggal), Ikhtalafa (berselisih), Khilaaf ( perselisihan, kesalahan)-Kamus Prof. Dr. H.Mahmud Yunus dll. Nah, dari sini terlihat beragam makna yang tercipta dan kalau kita hayati bersama,ternyata khalifah itu sendiri adalah makhluk ciptaan-Nya yang penuh dengan perselisihan, saling menyalahkan, dan persaingan. Jelas terlihat kalau tidak berselisih dan bersaing, maka akan tertinggal-takhallafa, dan pastinya kalau saja hal tersebut tidak secara baik ditanggapi akan mengakibatkan perselisihan-khilaaf-antar sesama. Tak salah Allah mengatakan: Fastabiqul Khoirat, saling berlomba-lombalah. Lomba yang bagaimana? Maka, berlomba-lombalah dalam kebaikan.
Dalam ayat lainAllah menuturkan (maaf lupa ayat dan suratnya) bahwa, "Hendaklah manusia memakmurkan bumi dan apa yang di dalamnya (Wasta'marakum fiiha)". Memakmurkan dalam artian membenahi bumi dengan utuh, tidak setengah-setengah. Tidak untuk memanfaatkan bumi dengan ambisi individualnya. Khalifah yang dalam pengartiannya hampir sama dengan Ra'in (pembimbing) sebagai mana dalam hadisrasul mengatakan:
كلكم راع و كلكم مسؤول عن رعيته
(Setiap kamu adalah pemimpin, dan sepantasnya bagi seorang pemimpin bertanggung jawab atas apa yang dipimpinnya)
II. Siapa saja yang menjadi khalifah?
Siapa saja. Namun, dalam konteks ini lebih dikhususkan kepada kita-muslim. Karena perankhalifah itu adalah semata-mata untuk mengemban amanah dari-Nya. Mengapa tidakkepada Non-muslim? Jawabannya karena mereka telah lari dari konteks keislaman.Kalau kita kembali kepada hadis rasulullah yang mengatakan bahwa "Sesungguhnya bani Adam itu dilahirkan (adalah) dalam keadaan fitrah". Namun karena telah teridentifikasi oleh ayah dan ibunya, yang mungkin bukanlah kaum muslim, maka, tidak lagi terimbas kepada mereka. Bahkan orang atheis (tidak mengakui adanya tuhan) sekalipun. Jikalau kita lihat, secara spontan, tatkala mereka terkena musibah atau terkejut, mungkin dari kalangan dari non-muslim sekalipun, akan sesekali mengatakan "Oh My God, Oh, God."dll. itu menandakan bahwa fithrah manusia tidak dapat terbohongi, dan mengakui adanya Tuhan-Allah- yang telahmenciptakan.
Baik laki-lakiataupun perempuan, akan mendapatkan jatah yang sama, dengan syarat: Mukmin/ahTak diberatkan bahwa kaum lelaki saja yang selayaknya menjadi pemimpin. Perempuan juga dapat menjadi pemimpin apabila kadar keilmuan mumpuni dan dalam konteks yang telah ditentukan. Seperti kalau dalam kenegaraan, wanita dicukupkan kepada menjadi pemimpin daerah atau kelompok yang komunitasnya tidakharus melebihi suatu negara. Bukan maksud untuk mendeskritkan kaum hawa, namunbegitulah ketentuan yang telah Allah atur kian hari. Karena disatu sisi, adahal yang lain-dari wanita- yang tidak dapat saya ungkapkan untuk sekarang ini(karena minimnya pengatahun, dan insyaAllah akan didalami lagi) yang selayaknyalebih difokuskan kepada keluarga. Dari keluarga inilah yang selebihnya akanberdampak kepada kinerja bangsa dan negara. Wallahu A'lam.
III. Visi& Misi Khalifah
Dalam garisbesar, visi khalifah ialah mengemban amanah Allah untuk menjalankan segala tuntunan dan syari'at-Nya. Untuk beribadah kepada-Nya semata. Dengan mengajarkannya kembali kepada antar sesama tentang keseimbangan hidup yang pastinya tidak terlepas dari pada kepemimpinan yang telah tertera di surat Al-Baqarah, ayat 30 diatas.
Misinya adalah untuk memakmurkan bumi dan apa yang ada didalamnya. Memakmurkan dalam artian, tidak sesekali merusak, dan membuat kerusuhan-kerusuhan. Walaupun menilik defenisi awal khalifah itu sendiri yang tak terlepas dari pada perselisihan.
Dan untuk mendalami apa, siapa, bagaimana, khalifah itu. Mohon koreksian saudara & sahabat pembaca, untuk melengkapi pemaparan yang saya dapat hasil halaqah pagi ini. Semoga menambah keimanan Ramadhan yang cerah ini. Semoga bermanfaat!
Wallahu A'lam Bishowab
Wassalam.wr.wb
By. Muhammad Nur
16/08/2010
(6 Ramadhan 1431H)
Saudaraku!. Ada banyak pertanyaan selepas halaqah pagi ini yang berkeliaran di pikiran.Tentunya, tidak lari dari mempermasalahkan eksistensi diri kita sebagai khalifah. Dewasa kini, konflik internal dalam kepemimpinan sering kali menghiasi ranah pemikiran kita. Bahkan, terjadi perdebatan disana-sini yang sampai sekarang belum ditemukan titik temunya. Sistem demokrasi yang berjalan, tidak seperti yang diharapkan, dan cenderung didasari kepentingan politik semata, tanpa adanya maslahat umat didalamnya. Nah, dari sini telah tampak, bahwa, demokrasi yang kita usung masihlah lemah untuk dijadikan panggung kepimpinan negara yang bermayoritas muslimin ini. Kegelisahan yang menggunung, seakan siap-siap meletus kapan saja, melihatkondisi yang tak karuan ini. Maka tak salah jikalau diawal penciptaan kita, malaikat bertanya sebagai pelajaran awal demokrasi yang diajarkan Allah melalui dialog-Nya dengan malaikat ketika akan menciptakan Adam. Malaikat bertanya sebagaimana ayat diatas "Apakah Engkau hendak menjadikan orang yang merusak danmenumpahkan darah di sana, sedangkan kami bertasbih memuji-Mu dan menyucikannama-Mu?"
Dalam kajian yangsaya ikuti pagi ini, pertanyaan kritis malaikat tersebut banyak yang menanggapidengan pandangan yang berbeda-beda, yang pada kesimpulannya terangkum dalam 3 poin berikut:
1. Di awal penciptaan manusia-Adam. Dialog yang tertera diatas bukanlah disebabkan lemahnya kekuasaan Allah dalam bertindak. Pastinya kita bertanya, dengan kekuasaan-Nya, apa yang tidak dapat ia lakukan dan kehendaki. Lantas, mengapa diadakannya dialog tersebut. Ternyata itu adalah Isti'lam-pemberitahuan-kepada malaikat dan iblis ciptaan-Nya, bahwa akan diciptakan-Nya makhluk termulia yang belum pernah ada sebelumnya. Sebuah pengakuan, dan eksistensi sebagai makhluk yang mendapat amanat sebagai 'khalifah' di muka bumi. Dari sini, ada pelajaran penting bagi kita yang ingin menjadi pemimpin, bahwa, sebagai pemimpin hendaklah transparan dalam mengambil keputusan. Memberikan pengakuan, pengukuhan terhadap keputusan yang telah ditetapkan, siap menjadi benteng dan tulang punggung apabila terjadi kekhilafan sewaktu-waktu. Itu jelas dengan adanya pernyataan Allah "Sungguh, Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui." Nah, pastinya Allah telah menjamin apa yang akan terjadi setelahnya. Walaupun realitanya kita banyak mengingkari apa yang telah diamanatkan sebagai khalifah untuk sekarang ini. Dengan banyaknya kerusakan yang kita lakukan, Ia masih saja memberikan banyak peluang, rezeki, dan karunia lain yang masih dapat kita rasakan untuk saat ini.
2. Dari pertanyaan Malaikat di ayat ini. Tampak bahwa, Allah ingin mengajarkan bagaimana sistem demokrasi yang baik itu. Mengajarkan kita untuk berpikir kritis menyikapi segala hal, pastinya sesuai dengan rambu-rambu yang jelas. Yakni, dengan adap dan kesopanan. Tidak dengan kekerasan dan prilaku anarkis seperti yang terjadi dewasa kini. Mengawali dengan menjalankan kewajiban sebelum menyuarakan hak. Lihatlah! malaikat bertanya dengan mengutarakan kepatuhan yang selama ini telah dilakukannya. Rasa penasarannya terhadap makhluk yang bernama khalifah yang akan diciptakan Allah, menimbulkan pertanyaan kritis dengan adanya makhluk-makhluk lain sebelum penciptaan Adam, yang lebih dulu yang sempat memberikan gambaran bagi malaikat untuk meragukan makhluk berwujud manusia ini. Dengan kerusakan-kerusakan yang telah diciptakan Allah sebelumnya. Makhluk seperti apakah itu? Wallahu a'lam. Kekhawatiran malaikat lantas disambut dengan baik oleh Allah. Dan jikalau dilanjutkan ayat diatas dengan ayat selanjutnya. Jelaslah, bahwa malaikat menerima dan mengakui kelebihan yang diberikan Allah terhadap manusia, yang tidak dimiliki oleh makhluk Allah lainnya. Yakni, akal. Sebagai pembanding dan penuntun jalan hidup yang kerap kita pergunakan. Nah, kalau saja kita mengawali kewajiban-kewajiban kita terlebih dahulu sebagai bangsawan sejati, dan menyuarakan hak-hak yang memang sepantasnya dimiliki. Dan sebagai pemimpin pula, hendaklah menerima masukan dan suara tersebut. Maka, besar kemungkinan agama, bangsa, ini akan senantiasa diliputi kedamaian. Perselisihan pun dapat diminimalisir.
3. Dari kekhawatiran malaikat yang timbul di atas. Bahwa manusia akan melakukan perusakan dimuka bumi. Kalaulah ditinjau dari bahasa arab yang tertera di ayat, tampak bahwa kekhawatiran dan pengrusakan tersebut diawali dengan fi'il Mudhari', yang berarti akan dilakukan. Nah, dilihat hingga akhir kekhawatiran itu, setidaknya malaikat mengharapkan adanya pembenahan dan pensucian. Coba kita simak urutan fi'il mudhari yang tertera di ayat tersebut (kalau bisa dengan Qur'an tarjamah). Kata Yufsidu (merusak), Yasfikuddima'(menumpahkan darah), nusabbihu (memuji), nuqaddisu (mensucikan). Keempat kata mudhari' di atas seakan urutan yang menunjukan adanya keseimbangan hidup. Diawali dengan merusak, menumpahkan darah, memuji, dan mensucikan, kita diajarkan tentang keseimbangan. Bahwa, setelah melakukan suatu keburukan hendaklah diakhiri dengan kebajikan. Kerusakan diakhiri dengan perbaikan, dan bukan untuk formalitas saja. Subhanallah, sungguh tersirat makna mendalam yang sangat luas.
Yang menjadipermasalahan sekarang adalah, Sudahkah kita menyadari derajat kita sebagaikhalifah? Sudahkah kita tahu apa makna khalifah itu? Siapa-siapa sajakah yangmengemban amanah sebagai khalifah? Apa visi dan misi khalifah itu? Nah,pertanyaan-pertanyaan di atas hendaklah kita tanggapi bersama.
I. Menyadari eksistensi sebagai khalifah
Khalifah, berasal dari kata khalafa-yakhlufu-khilafatan, yang berarti menggantikan. Di masa kenabian istilah ini sering dijadikan sebagai derajat kepemimpinan, yakni, sepeninggalan Nabi Muhammad SAW. Kalau kita ingin mendalam lagi, dari kalimat ini dapat di ubah ke berbagai macam bentuk fi'il (kata kerja) dan ism (nama), yang pada akhirnya akan kita temukan makna berikut, Khaalafa (menyalahi),Mukhaalafah (tak setuju), takhallafa (tertinggal), Ikhtalafa (berselisih), Khilaaf ( perselisihan, kesalahan)-Kamus Prof. Dr. H.Mahmud Yunus dll. Nah, dari sini terlihat beragam makna yang tercipta dan kalau kita hayati bersama,ternyata khalifah itu sendiri adalah makhluk ciptaan-Nya yang penuh dengan perselisihan, saling menyalahkan, dan persaingan. Jelas terlihat kalau tidak berselisih dan bersaing, maka akan tertinggal-takhallafa, dan pastinya kalau saja hal tersebut tidak secara baik ditanggapi akan mengakibatkan perselisihan-khilaaf-antar sesama. Tak salah Allah mengatakan: Fastabiqul Khoirat, saling berlomba-lombalah. Lomba yang bagaimana? Maka, berlomba-lombalah dalam kebaikan.
Dalam ayat lainAllah menuturkan (maaf lupa ayat dan suratnya) bahwa, "Hendaklah manusia memakmurkan bumi dan apa yang di dalamnya (Wasta'marakum fiiha)". Memakmurkan dalam artian membenahi bumi dengan utuh, tidak setengah-setengah. Tidak untuk memanfaatkan bumi dengan ambisi individualnya. Khalifah yang dalam pengartiannya hampir sama dengan Ra'in (pembimbing) sebagai mana dalam hadisrasul mengatakan:
كلكم راع و كلكم مسؤول عن رعيته
(Setiap kamu adalah pemimpin, dan sepantasnya bagi seorang pemimpin bertanggung jawab atas apa yang dipimpinnya)
II. Siapa saja yang menjadi khalifah?
Siapa saja. Namun, dalam konteks ini lebih dikhususkan kepada kita-muslim. Karena perankhalifah itu adalah semata-mata untuk mengemban amanah dari-Nya. Mengapa tidakkepada Non-muslim? Jawabannya karena mereka telah lari dari konteks keislaman.Kalau kita kembali kepada hadis rasulullah yang mengatakan bahwa "Sesungguhnya bani Adam itu dilahirkan (adalah) dalam keadaan fitrah". Namun karena telah teridentifikasi oleh ayah dan ibunya, yang mungkin bukanlah kaum muslim, maka, tidak lagi terimbas kepada mereka. Bahkan orang atheis (tidak mengakui adanya tuhan) sekalipun. Jikalau kita lihat, secara spontan, tatkala mereka terkena musibah atau terkejut, mungkin dari kalangan dari non-muslim sekalipun, akan sesekali mengatakan "Oh My God, Oh, God."dll. itu menandakan bahwa fithrah manusia tidak dapat terbohongi, dan mengakui adanya Tuhan-Allah- yang telahmenciptakan.
Baik laki-lakiataupun perempuan, akan mendapatkan jatah yang sama, dengan syarat: Mukmin/ahTak diberatkan bahwa kaum lelaki saja yang selayaknya menjadi pemimpin. Perempuan juga dapat menjadi pemimpin apabila kadar keilmuan mumpuni dan dalam konteks yang telah ditentukan. Seperti kalau dalam kenegaraan, wanita dicukupkan kepada menjadi pemimpin daerah atau kelompok yang komunitasnya tidakharus melebihi suatu negara. Bukan maksud untuk mendeskritkan kaum hawa, namunbegitulah ketentuan yang telah Allah atur kian hari. Karena disatu sisi, adahal yang lain-dari wanita- yang tidak dapat saya ungkapkan untuk sekarang ini(karena minimnya pengatahun, dan insyaAllah akan didalami lagi) yang selayaknyalebih difokuskan kepada keluarga. Dari keluarga inilah yang selebihnya akanberdampak kepada kinerja bangsa dan negara. Wallahu A'lam.
III. Visi& Misi Khalifah
Dalam garisbesar, visi khalifah ialah mengemban amanah Allah untuk menjalankan segala tuntunan dan syari'at-Nya. Untuk beribadah kepada-Nya semata. Dengan mengajarkannya kembali kepada antar sesama tentang keseimbangan hidup yang pastinya tidak terlepas dari pada kepemimpinan yang telah tertera di surat Al-Baqarah, ayat 30 diatas.
Misinya adalah untuk memakmurkan bumi dan apa yang ada didalamnya. Memakmurkan dalam artian, tidak sesekali merusak, dan membuat kerusuhan-kerusuhan. Walaupun menilik defenisi awal khalifah itu sendiri yang tak terlepas dari pada perselisihan.
Dan untuk mendalami apa, siapa, bagaimana, khalifah itu. Mohon koreksian saudara & sahabat pembaca, untuk melengkapi pemaparan yang saya dapat hasil halaqah pagi ini. Semoga menambah keimanan Ramadhan yang cerah ini. Semoga bermanfaat!
Wallahu A'lam Bishowab
Wassalam.wr.wb
By. Muhammad Nur
16/08/2010
(6 Ramadhan 1431H)
This entry was posted
on Senin, 16 Agustus 2010
at 23.34
and is filed under
Artikel,
Halaqah,
Makalah Kajian
. You can follow any responses to this entry through the
comments feed
.