[Mengikat Makna dari sebuah Film] "My Name Is Khan", Sebuah Pembelajaran Hidup Beragama di Negeri Paman Sam
Kali ini, saya ingin mempraktikkan teori Pak Her dalam mengikat makna dari sebuah film. Yang mana ingin
saya aktualisasikan, bagaimana sebenarnya mengikat makna dari sebuah film itu?. Tidak terlepas dari pada catatan kecil, saya berusaha untuk menuliskan kata-kata bijak yang kiranya dapat dijadikan titik point dari film tersebut. Sungguh banyak sekali pelajaran yang saya dapatkan hari ini dengan menyaksikan jalannya film "My Name Is Khan" buah karya dari tangan dingin sutradara Karan Johar ini. Bagaiman tidak, film ini telah membantu saya dalam memahami makna kebersamaan dalam beragama yang selama ini masih terbilang minim untuk sekedar di realisasikan. Hati saya hening dan luluh tatkala mengikuti tayangan demi tayangan yang mengalir begitu apiknya, menjadikan saya terbawa dengan kisah kasih dua pasang sejoli yang rumit dan penuh dengan nilai toleransi keberagamaan. Hingga untuk menuliskannya kembali di catatan ini, saya di buru oleh ghairah nafsu yang memacu saya agar segera merealisasikan apa yang saya dapat dari film tersebut untuk selanjutnya saya kisahkan kembali kepada rekan-rekan sekalian. Dengan harapan dapat di jadikan i'tibar dan pelajaran berharga untuk hari ini sembari mempraktekkan teori mengikat makna secara langsung. Akhirnya sampai kepada usaha saya menuliskan catatan kecil dari film ini. Di sini saya berusaha untuk mengisahkan sekilas di balik buah tangan penulis Shibani Bathija yang telah memperluas pandangan saya akan indahnya sebuah kebersamaan dalam beragama dan suku, tanpa menjurus kepada Pluralisme agama.
Tidak bisa disangkal jika peristiwa 11 September 2001 memang berdampak besar buat kehidupan orang Amerika. Peristiwa tragis ini membuat jurang yang sudah ada antara warga Amerika dengan imigran asal Asia dan Timur Tengah yang beragama Islam jadi semakin lebar. Rizwan Khan (Shahrukh Khan) adalah salah satu imigran yang menjadi korban dampak peristiwa 911 ini.
Rizwan adalah seorang pemuda muslim asal India yang menderita Asperger's syndrome, kelainan yang membuatnya jadi sulit berinteraksi dengan kebanyakan orang. Rizwan kemudian memutuskan untuk pindah ke San Fransisco, Amerika Serikat, untuk mengadu nasib di negeri yang kata orang adalah tanah impian ini. Di San Fransisco ini pula Rizwan bertemu Mandira (Kajol), wanita Hindu asal India, yang juga tinggal di sana.
Meski mendapat tentangan dari kedua belah pihak keluarga, kedua anak muda ini memutuskan untuk menikah dan memulai bisnis mereka sendiri. Di saat impian mulai terwujud, peristiwa tragis 11 September menghancurkan mimpi-mimpi indah mereka berdua. Mandira yang tak sanggup menanggung beban disebut teroris dan ini membuat pernikahan Rizwan dan Mandira akhirnya berantakan.
Dengan tujuan merebut kembali hati wanita yang sangat dicintainya ini, Rizwan kemudian mengambil keputusan besar untuk melakukan perjalanan keliling Amerika Serikat. Setibanya di bandara LAX, Los Angeles, Rizwan ditangkap petugas karena tingkah lakunya yang sedikit aneh dianggap sebagai tindakan mencurigakan oleh para petugas.
Melihat Hollywood dari mata Bollywood. Pengalaman itulah yang akan dirasakan penonton saat menyaksikan Shahrukh Khan memamerkan kemampuan aktingnya. Jarang memang ada film yang bisa berbuat seperti ini. Bisa jadi Karan Johar, sang sutradara, mencoba meminjam trik yang digunakan Danny Boyle saat menggarap SLUMDOG MILLIONAIRE tapi itu tak mengapa karena Karan menyajikannya dengan cara yang cukup segar.
Karan Johar mampu menampilkan Amerika dari sisi pandang imigran asal India dan sepertinya itulah kunci sukses Karan saat membuat film ini. Isu yang disampaikan memang bukan isu baru. Diskriminasi, ketakutan, cinta, kebaikan semuanya diramu dengan baik oleh Karan dalam sebuah film berdurasi 161 menit ini. Campur tangan Shahrukh Khan dan Kajol pun tak boleh disepelekan karena dua orang ini mampu bermain cemerlang tanpa harus terlihat berlebihan. Layak mendapat acungan jempol untuk karakter yang mereka lakoni ini.
Dalam anggapan saya mungkin kisah ini terinspirasi dari banyaknya data yang telah terjadi selama ini, baik itu fenomena umat muslim yang lagi gencar gencaranya di teror oleh paranoid para pembesar Amerika ketika itu, juga tumbuhnya "islamophobia"(kekhawatira
Shahrukh Khan menegaskan bahwa penahanannya semata-mata karena dia memiliki nama seorang Muslim. “Tak ada alasan lain di balik penahanan tersebut. Tapi saya tak mau banyak berkomentar…Saya khawatir masalahnya makin rumit. Karena Anda tahu bahwa orang-orang Amerika punya masalah bila nama Anda adalah nama Muslim,” ujar Khan ketika itu. Nah dengan adanya film ini, mungkin dapat menjawab sebagian suara hati umat yang terdholimi tersebut, agar dapat di rasakan bagaimana nasib mereka umat muslim khususnya selama di sana.
PEMBELAJARAN BERHARGA DARI FILM INI.
~> Ketabahan dan keteguhan seorang ibu yang mampu membimbing anaknya hingga sukses, walaupun banyak cobaan yang datang. Dan itu telah dibuktikan tatkala ke dua anak anaknya mampu melanjutkan pendidikannya hingga ke Amerika dan akhirnya mampu memenuhi kehidupan mereka di sana. Pada kisah ini, saya teringat akan perjuangan orang tua saya yang telah berkorban demi pendidikan saya selama di pondok dengan segala keterbatasan, baik itu jasa juga finansial. Tak terasa hati saya bergetar tatkala manyaksikan film ini, seakan itu kembali dalam benak dan pikiran saya akan perjuangan tanpa pamrih seorang ibu. Maka tak salah jikalau rasul pernah menyebutkan 3 kali utamanya sesosok ibu dari ayah yang hanya sekali disebutkan dari hadits rasul tersebut.
~>" Dalam buku Different Mind, bahkan orang seperti kita tidak semuanya bisa mengungkapkan emosi dengan kata-kata. Tapi bisa mudah tuliskan itu. Aku bisa tulis berjuta kertas tentang itu" Ini adalah sepenggal suara hati Khan ketika menuliskan kisah hidup di note miliknya. Bagaimana tidak seorang yang memiliki syndrom Asperger dapat meluapkan isi hatinya hanya dengan note yang ia miliki. Ini membuat hati saya tertegun dan mengulang-ngulangi kata-kata ini dalam hati. Benar juga. Ternyata tidak semua orang dapat meluapkan emosinya dengan berbicara, namun kalau dengan menuliskannya siapa saja pun pasti mampu untuk melakukannya. Kata-kata ini menghipnotis saya untuk terus bersemangat dalam menulis, menulis, dan menulis.
~>Tuhan tidak mengukur mereka dari darah merah dan warnanya dari perbuatan mereka" kata-kata ini muncul dari seorang wartawan yang meliput kisah Khan yang ketikat itu lagi menolong warga yang tertimpa badai katrina. Betapa perbedaan ras, agama, dan suku tak menjadi alasan utama membedakan rasa kemanusiaan individunya. Saya teringat perkataan pak syukri yang mengatakan " Kebersamaan itu membangun persepsi". Nah, dengan kebersamaan yang ditampilkan di film ini. Perbedaan agama dan ras tampak menjadi lebih berwarna, tanpa menyinggung sedikitpun hal-hal yang berbau sara.
~>Menampakkan jati diri sebagai muslimin dan tidak sekedar identitas saja. Nah, ini saya refleksikan dari judul filmnya yang memang menggambarkan sosok seorang muslim yang tidak ragu-ragu untuk menunjukkan jati dirinya sebagai muslim. "My Name Is Khan, I'm not terorist" kira-kira itu kata-kata yang sering diucapkan oleh Khan. Dan kata-kata itu pula yang menjadi keinginannya untuk disampaikan kepada presiden AS, agar tidak keliru dalam memandang islam sebenarnya.
~> Jangan membuat ketakutanmu membesar karena itu akan menghentikan kemajuanmu" kata-kata ini di sampaikan oleh Mandira (kajol) ketika ingin membubarkan kerumunan orang terhadap Khan yang ketika itu syindrom aspergernya lagi kambuh. Benar sekali, dengan membuat ketakutan ketakutan kepada orang lain, terlebih diri sendiri, maka itu akan mengakibatkan terhambatnya kemajuan yang ingin kita raih.
~>Berhenti menghukum diri sendiri, lupakan kebencianmu. Ini adalah suara hati Mandira (Kajo) ketika menyadari bahwa ia telah menjadikan kebenciannya menjadi momok bagi dirinya kepada Khan yang seorang muslim. Begitu juga kita. Janganlah menjadikan kebencian itu menjadi hukum yang akhirnya justru menyiksa diri sendiri dengan kekecewaan.
~> Dan yang terakhir, saya mendapat satu baris kata yang sungguh menggelora hati dan pikiran saya dari film tersebut bahwa " Cara Tuhan (Allah) Cara dari cinta". Nah, sebenarnya segala permasalahan itu bukanlah timbulnya dari Allah semata, akan tetapi pasti nya ada andil dari diri kita sendiri yang melakukannya. Ada skenario yang tidak dapat kita tangkap saat kita menghadapi cobaan, dan itu tidak semestinya kita salahkan, karena memang ada hikmah di balik itu semua.
Saya teringat sebuah catatan dari teman fb sayaPak Zainal Arifin yang berjudul "KASIHANILAH DIRI MEREKA". Saya ingin mengutip sebagian kata-kata yang kiranya dapat menjadi renungan dan pantasnya saya sematkan untuk pembelajaran di poin terakhir dari usaha saya mengikat makna menonton film "My Name Is Khan" ini.
KITA TAK MEMERLUKAN APA-APA UNTUK BAHAGIA. KEBAHAGIAAN ADA DALAM DIRI KITA SENDIRI, PERMASALAHANNYA ADALAH KITA SERING KALI MENCARI KELUAR DIRI UNTUK MENEMUKANNYA.
” Sesungguhnya Allah tidak menganiaya seseorang walaupun sebesar zarrah (atom), dan jika ada kebaikan sebesar zarrah, niscaya Allah akan melipat gandakannya dan memberikan dari sisi-Nya pahala yang besar ”.( An-Nisaa’ :40 )
” Sesungguhnya Allah tidak berbuat aniaya kepada manusia sedikit pun, akan tetapi manusia itulah yang berbuat aniaya kepada diri mereka sendiri.” (Yunus : 44 )
” Dan barang siapa yang mengerjakan kejahatan dan menganiaya dirinya, kemudian ia mohon ampun kepada Allah, niscaya ia mendapati Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang ” (An-Nisaa’ 110 )
Dan sesungguhnya cara Allah lebih apik dan terencana atas apa yang kita perbuat, karena caraNya adalah cara cinta-Nya kepada hamba-Nya.
****
Dan masih banyak lagi pelajaran-pelajaran berharga lainnya yang bisa teman-teman saksikan sendiri dari film "My Name Is Khan " ini. Saya hanya dapat menjabarkan sekelumit ilmu yang saya dapat. Semoga kiranya bermanfaat untuk lebih memahami konsep toleransi dalam beragama, tanpa melebih-lebihkan satu sama lain. Walaupun pada hakikatnya "Innad Dina 'Inda Allah AL-Islam" Sesungguhnya Agama yang di ridhoi adalah agama "Islam". Wallah A'lam Bishowab.!
Dan terakhir saya ingin meminta do'a teman-teman semoga nantinya saya dapat menuliskan sebuah kisah berdasarkan data dan riset lapangan, seperti halnya film "My Name Is Khan" ini. Ya, saya menganggap sebuah kisah yang berdasarkan data dan riset lapangan dapat lebih mengena di hati untuk di kisahkan, walaupun masih ada juga yang harus di bubuhi dengan fiksi. lebih tepatnya lagi, saya ingin menulis dengan cara Afaksi. Menulis, berdasarkan kenyataan namun di bubuhi fiksi. Semoga niatan ini dapat terkabulkan. Amien....
Semoga Bermanfaat...
Muhammad Nur
Pengembara Jati Diri
05/04/10
This entry was posted
on Senin, 05 April 2010
at 21.01
and is filed under
Refleksi,
Resensi
. You can follow any responses to this entry through the
comments feed
.