(Nasehat K.H.A.Syukri Zarkasyi M.A)Totalitas Bekerja Dalam Proses Kepemimpinan, Kependidikan, Dan Kepengajaran.
Tepat pada malam Minggu kemarin, saya mendapatkan undangan untuk menghadiri acara silaturahim bersama ustad/ah pondok dengan Keluarga Besar pondok Modern Gontor di gedung Multimedia pesantren. Namun, yang saya kenal dari rombongannya tersebut hanyalah K.H. A.Syukri Zarkasyi selaku pimpinan dua dari tiga pimpinan didalamnya yang dua diantaranya yaitu KH. Hasan Abdullah Sahal, dan KH. Syamsul Hadi Abdan. Memang sudah suatu hal yang wajib bagi Pak Syukri untuk singgah kepondok tatkala berkunjung ke Medan, khususnya ke Pesantren Ar-Raudhatul Hasanah tercinta. Disamping itu, sebelumnya ia juga diundang untuk menghadiri acara besar Pemilihan Ketua IKPM Medan yang kebetulan diadakan dihari yang sama. Sudah barang tentu ini adalah kesempatan yang berharga bagi kami selaku pengajar di pondok, khususnya saya karena telah lama tidak mendengarkan wejangan dari Pak Syukri yang konon perkataannya memiliki wibawa dan serat akan filsafat hidup. Maka tak heran banyak daripada alumninya mengejawantahkan filsafat hidup tadi menjadi pedoman kedepannya, ibarat pondok telah memberikan kail untuk memancing, dan alumni kapan saja dapat memanfaatkannya untuk mencari ikan yang akan dipilih. begitu besarnya peranan pondok dalam membentuk karakter santri/i nya, sampai bilamana para pengajar dituntut agar senantiasa mendidik sebaik mungkin, karena memang sudah menjadi tanggung jawab yang harus diemban masing-masing.
Jam 8.30 tepatnya kami telah menunggu kehadiran beliau, namun tak kunjung datang. Cuaca angin malam yang berhembus hampir membuat kami pesimis akan kedatangan beliau. Gerimis sudah mulai turun, angin semakin bertiup kencang. Wah, kalau sudah begitu apa masih ada kesempatan lagi nih? apalagi ini pertama kalinya saya ingin mendengarkan nasehat beliau secara langsung tatkala telah menyandang status ustad. Karena sebelumnya saya hanya sekali mendengarkan dan itupun ketika saya masih duduk dikelas 5 aliyah. Dengar-dengar kabar dari salah seorang ustad bahwa rombongan masih dalam perjalanan sebhabis memesan kamar di hotel. Wah, alhamdulillah pikir saya ketika itu. berarti masih ada kesempatan lagi nih!!.
Tepat pukul 9.15 akhirnya yang ditunggu pun tiba, kedatangan Pak Syukri beserta rombongan membuat hati kami lega. Saya terkejut saat mendengar suara pak syukri yang menegur Ust.Rasyidin yang hendak duduk dibawah bersama ust. Nurrahman selaku protokol. Ia menegur ketus kepada ust.rasyidin dengan sikap yang terlalu merendah diri itu." Sebagai seorang pemimpin hendaklah memposisikan diri pada tempat yang tepat" Ujarnya sebelum acara dimulai. Akhirnya Ust.Rasyidin pun duduk disamping Pak Ardian selaku Musyrif pesantren, mewakili Pimipinan yang ketika itu ada tugas yang harus dikerjakan. Kami hanya tersenyum, takjub dengan ketegasan Pak syukri kala itu. Akhirnya beliaupun menyampaikan apa yang menjadi harapan kami darinya selaku Musyrif pondok yang diangkat ketika acara 25 tahun pesantren. Sungguh banyak yang beliau sampaikan, membuat saya terburu-buru menuliskan apa yang beliau tuturkan. Dengan harapan mendapatkan instisari yang konon menjadi filsafat hidup banyak orang, khususnya diri sendiri. Namun sebelumnya disini saya hanya ingin menambahkan sedikit apa yang beliau sampaikan dan pernah dituliskan oleh sahabat saya Wilda dalam catatannya "Kunjungan pak Dr.KH Abdullah Syukri Zarkasyi, MA membawa secercah renungan". Semoga kiranya tulisan saya ini dapat melengkapi kekurangan tulisan teman saya tadi yang mungkin masing-masing kami memilki pandangan berbeda-beda menanggapi apa yang Pak Syukri sampaikan kepada kami ketika itu.
KEPEMIMPINAN
1." Seorang pemimpin hendaklah memiliki sikap totalitas dalam memimpin anggota-anggotanya"
Nah, ketika beliau diminta berbicara tentang pemimpin ini, Pak syukri sembari bercerita tentang pengalamannya membangun gontor. Dari semenjak orang tua beliau meninggal, otomatis beliaulah yang diamanahkan melanjutkan estafet kepemimpinan Pondok Modern Gontor. Bagaimana sikap beliau ketika itu demi memajukan gontor hingga mampu menelurkan generasi-generasi cemerlang. Yang akhinya kebanyakan dari alumninya menduduki banyak wadah di hati masyarakat.
2. "Menjadi seorang pemimpin, hendaklah tidak hanya bersikap Akademistik",
Mengejar target nilai tanpa memiliki penjiwaan atas nilai yang diraih. Filsafat hidup hendaklah ditanamkan kepada para anggotanya, baik itu guru maupun santri/wati nya. Mengetahui seluk beluk pesantren secara langsung dan bukan hanya besifat pendataan saja, yang lebih banyak duduk dikantor tanpa melihat kondisi yang dialami oleh santri/watinya. Nah, sikap totalitas pertama yang disampaikan beliau merupakan inti dari yang namanya kepemimpinan itu. Merasakan, bertanggung jawab dan bijaksana dalam menangani pelbagai macam hal.
Nah, ketika beliau diminta berbicara tentang pemimpin ini, Pak syukri sembari bercerita tentang pengalamannya membangun gontor. Dari semenjak orang tua beliau meninggal, otomatis beliaulah yang diamanahkan melanjutkan estafet kepemimpinan Pondok Modern Gontor. Bagaimana sikap beliau ketika itu demi memajukan gontor hingga mampu menelurkan generasi-generasi cemerlang. Yang akhinya kebanyakan dari alumninya menduduki banyak wadah di hati masyarakat.
2. "Menjadi seorang pemimpin, hendaklah tidak hanya bersikap Akademistik",
Mengejar target nilai tanpa memiliki penjiwaan atas nilai yang diraih. Filsafat hidup hendaklah ditanamkan kepada para anggotanya, baik itu guru maupun santri/wati nya. Mengetahui seluk beluk pesantren secara langsung dan bukan hanya besifat pendataan saja, yang lebih banyak duduk dikantor tanpa melihat kondisi yang dialami oleh santri/watinya. Nah, sikap totalitas pertama yang disampaikan beliau merupakan inti dari yang namanya kepemimpinan itu. Merasakan, bertanggung jawab dan bijaksana dalam menangani pelbagai macam hal.
3. "Mengejar laporang dari anggota, dan bukan menunggu begitu saja".
Baik itu dipondo maupun non-pondok, sama saja. Hendakalah seorang pemimpin lebih kepada mengejar suatu laporan yang dikerjakan anggotanya. Yang dengannya kita dituntut untuk bersikap tegas dan berdisipilin agar anggota tidak semata-mata memandang kita lemah.
4. "Berbicara untuk diri sendiri"
Ketika seorang pemimpin itu berbicara, pada hakikatnya ia adalah berbicara untuk diri sendiri. Mengapa? karena itu adalah tuntutan moral yang wajib untuk dilaksanakan. Berbicara namun tidak dengan amalan dan rasa tanggung jawab, akan menghasilkan suatu prilaku yang terbalik. Yakni, anggota tidak akan menaati lagi apa yang kita bicarakan. "Faman Syakara, Fa innamaa yasykuru Li nafsihi" Dan bagi orang yang b3rsyukur, sesungguhnya ialah bersyukur kepda diri sendiri.
5."Mewujudkan kebersamaan anggota melalaui pendekatan-pendekatan"
Ini sama halnya dengan menghilangkan imej buruk dari anggota kepda seorang pemimpin. Seorang pemimpin harus mampu menghidupkan rasa kebersamaan diantara anggotanya agar dapat memajukan kualitas etos kerja, yang mana itu lebih kepda mewujudkan suasana yang madani seperti apa yang diharapkan.
PENDIDIKAN DAN PENGAJARAN
Pendidikan itu: Pengajaran, Pembentukan, Pembiasaan, Pengarahan, Pengawalan, Pelatihan, Penugasan dan dikuti dengan uswatun hasanah. (K.H.A.Syukri Zarkasyi. MA)
1. "Menjiwai sikap seseorang secara tidak langsung itu menjiwai diri sndiri"
Seorang pengajar hendaklah bermentalkan pengajar, yang mampun menjiwai sikap dan kondisi anak didiiknya. sehingga apa yang disampaikan nantinya dapat menjadi asumsi yang layak dan dapat diterima oleh mereka.
1. "Menjiwai sikap seseorang secara tidak langsung itu menjiwai diri sndiri"
Seorang pengajar hendaklah bermentalkan pengajar, yang mampun menjiwai sikap dan kondisi anak didiiknya. sehingga apa yang disampaikan nantinya dapat menjadi asumsi yang layak dan dapat diterima oleh mereka.
2. "Memiliki falsafah hidup, tanpa itu maka ibarat phon tanpa buah"
Seorang pengajar harus memiliki amniyah (target). Ya, sudah tentu agar satu sama lain dapat bersaing dalam kebaikan dan akhirnya akan mewujudkan kepada sikap kompetnsi yang diharapkan mampu membentuk jiwa santri/watinya menjadi seorang berjiwa besar dimasyarakat kelak.
3. "Uswatun hasanah sebagai produktifitas"
Seorang pengajar hendaklah menjadi role model bagi anak didiknya yang itu mesti diawali dengan usaha diri untuk berbenah (Majhud Fardi) yaitu menata seluruh totalitas aktifitas pondok.
4. "Kebersamaan membangun persepsi"
Apapun wujud pesantren yang dikelola dengan jiwa dan filasafat hidup yang dijalani bersama-sama akan mempu memberikan solusi dan insyaAllah akan dipermudah oleh-Nya.
Inilah yang mungkin kiranya dapat saya tangkap dari apa yang telah disampaikan Pak Syukri ketika itu. Ada pengalaman yang membekas bagi diri saya ketika itu. Yakni, saat saya diminta oleh salah seorang ustad untuk mengambil foto Pak Syukri ketika ia berbicara, lantas saya berdiri dan berjalan menuju ke depan seraya bersiap-siap menekan tombol kamera. Tanpa disadari, Pak Syukri lantas berhenti berbicara saat satu jepretan tombol saya pijit. " Saya tidak mau photo saya buruk, saya tak ingin merusak konsentrasi pendengar" ketusnya sesaat setelah saya duduk, dan merasa malu akan sikap saya itu. Begitu teraturnya sikap beliau, hingga masalah perfotoan pun masih juga dipikirkan, yakni untuk menghindarkan dari pada pudarnya konsentrasi ust/ah ketika itu.
Wah, dapat pelajaran baru lagi nih. Semoga apa yang saya tuliskan ini dapat menjadi bahan renungan bagi kita khususnya saya , untuk lebih kepada menjunjung tinggi falsafah hidup demi terciptanya masyrakat yang MADANI.
SEMOGA BERMANFAAT....
This entry was posted
on Selasa, 23 Maret 2010
at 12.01
and is filed under
Kisah-Q,
nasehat
. You can follow any responses to this entry through the
comments feed
.