SEBUAH SANDIWARA TENTANG KITA  

Posted by Unknown in , ,

"Dan apabila manusia ditimpa bahaya dia berdoa kepada Kami dalam keadaan berbaring, duduk atau berdiri, tetapi setelah Kami hilangkan bahaya itu daripadanya, dia (kembali) melalui (jalannya yang sesat), seolah-olah dia tidak pernah berdoa kepada Kami untuk (menghilangkan) bahaya yang telah menimpahnya. Begitulah orang-orang yang melampaui batas itu memandang baik apa yang selalu mereka kerjaan” (Yunus [10] : 12)

Saudaraku, betapa hati ini meradang membaca ayat diatas. Begitu jelasnya sindiran yang terlukis dalam ayat tersebut kepada kita yang selalu saja melalaikan karunia-Nya yang tak terhitung banyaknya. Betapa malunya diri ini yang kerap mendustakan ayat-ayat-Nya. Saat diri kita lebih sering meminta daripada menjalankan perintah yang telah diamanahkan. Ketika musibah-musibah datang, bahkan terlalu kecil untuk seukuran cobaan yang diberikan Allah kepada para rasul-Nya. Kita begitu lihainya menjadikan diri bagaikan kapas yang dihembus angin pagi. Lemah, tanpa daya. Mengharapkan adanya ruang yang mampu menutupi dari sepoinya angin tersebut. Saya ibaratkan angin dipagi hari, karena sejatinya, angin itu berhembus sejuk, menentramkan, bahkan menyehatkan tubuh. Namun karena memang dasarnya kita kerap bersandiwara, maka bukan hal aneh lagi kita juga lebih sering bersandiwara menyikapi cobaan dan musibah yang menimpa. Yang pada hakikatnya justru melemahkan potensi jiwa agar tegar dalam menyikapi apa yang terjadi. Malah sebaliknya, tatkala kita telah dijauhkan dari bahaya, juga musibah yang datang. Seakan kita tidak menyadari sikap yang dulunya mengiba. Kita menjadi budak nafsu dan ambisi. Serta menjauhi bimbingan-Nya yang dulu kita harapkan.


Saudaraku, saat merenungi ayat ini, tidakkah kita menyadari betapa peringatan-Nya itu menjadi suatu bukti kelalaian kita?. Lalai akan perjanjian yang setiap shalat kita ucapkan. "Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku, hanyalah kepunyaan Allah semata". Ya, seluruh aktifitas yang kita lakukan adalah sebuah karunia yang terbesar agar kita melaksanakan titah-Nya dibumi ini. Sebagai khalifah tentunya. Tidakkah kita ingat hadist rasulullah yang mengatakan bahwa salah satu ciri orang munafik itu adalah orang yang mengingkari janji-Nya. Kita lebih sering mengingkari nikmat-Nya dari pada harus mensyukuri. Bahkan yang lebih hina lagi, kita kerap menghardik Sang Rajjaq atas kurangnya rezeki yang telah diberikan. Nau’dzu billahi min dzallik!

Saudaraku, bukan niatan ingin menggurui ataupun melangkahi amal yang tidak seberapa ini. Bahwa yang tertulis ini belumlah sesuai perbuatan yang diamalkan. Sekedar menjalankan keharmonisan kita sebagai hambanya, sebagai makhluk sosial. Saling mengingatkan antar sesama, dalam kebaikan dan kesabaran. Bukankah itu perintah Allah juga? Tapi itulah, walaupun dalam ranah saling mengingatkan. Setidaknya diri ini haruslah berbenah diri pula. Takut akan ucapan Allah yang mengatakan bahwa, "Ia sangat membenci hamba-hambanya yang bermulut besar". Kabura Maqtan; berbicara tanpa dilandasi perbuatan. Maka tulisan ini pula setidaknya menjadi motivasi diri ini agar terus berbenah dari setiap perbuatan yang berlalu. Agar lebih baik dan lebih baik lagi. Seperti Hadis Rasulullah mengatakan, “Dan barang siapa yang hari ini lebih baik dari hari kemarin, ialah orang yang beruntung.”

Saudaraku, insan sejati yang diliputi damai dihatinya. Ada satu kisah, dua orang yang berjalan menuju taman. Keduanya menyaksikan sekuntum mawar indah di tangkai. Salah seorang dari mereka ingin memetik mawar tersebut, dan ia terkena tusukan durinya. Ia pun berkata pada dirinya, “Betapa keras dan sudahnya kehidupan, bahkan mawar pun dikelilingi oleh duri sehingga kita tidak dapat menikmatinya”. Sementara orang yang kedua berkata, “Bagi Allah lah segala kehidupan, betapa elok dan manisnya kehidupan, bahkan duri pun diletakkan di antara mawar nan anggun memesona.”

Begitu pula ketika kita dihadapkan kepada sebuah cangkir yang diisi air hanya setengahnya saja. Seseorang yang berbagia akan mengatakan, “Sesungguhnya cangkir itu penuh hingga sampai setengahnya.” Seorang yang lain yang tidak berbahagia akan mengatakan, “Sesungguhnya cangkir itu kosong sampai setengahnya.” Demikian perbedaan manusia dalam mempersepsikan kehidupan. Segala sesuatu pastinya memiliki sisi indah dan buruk. Nah, sekarang tergantung bagaimana kita mengambil sikap? Hendak yang berbahagia, atau sebaliknya, yang mengeluh akan kehidupannya. Kebahagiaan merupakan seni menikmati apa yang kita miliki, berpikir tentang keindahan hidup dan menjauhkan aspek yang buruk. Bukanlah kebahagiaan itu hanya dengan kepemilikian, akan tetapi ia terletak pada bagaimana menggunakan apa yang kita miliki dengan cara yang baik dan benar.

Bila kehidupan kita jauh dari kesengsaraan dan penyebab-penyebabnya, maka jangan katakana, “Saya tidak susah”, tapi katakanlah, “ Saya berbahagia.” Janganlah sampai kita mengatakan, “Sesungguhnya sebagian hidup saya kosong (seperti cangkir di atas)”, tapi katakana, “Sesungguhnya sebagian kehidupan saya penuh”. (Dr. Muhammad Fathi, Falsafah As-Sa’adah)


Maka janganlah kita jadikan sandiwara kehidupan kita menyikapi segala musibah, bagaikan mengangkut beratnya bumi. Pastikan bahwa semua ada hikmah dan pelajaran yang dapat kita ambil. Begitu pun kita haruslah tetap menjaga integritas kita terhadap janji kita kepada Allah. Bahwa kita akan tetap menjalankan amanahnya walau bagaimana pun itu. Jadikanlah ayat diatas sebagai peringatan bagi kita agar selalu konsisten menunaikan perintah-Nya. Sebagai motivasi diri agar menjauhi sikap otodidak memainkan peran sebagai muslim/ah dan mukmin/ah. Agar tidak termasuk hamba-hamba-Nya yang melampaui batas. Serta menyadari segala keburukan yang kita perbuat, agar tidak menjadi sebuah kebiasaan yang menyatu dalam jiwa kita. Karena amal yang buruk yang dikerjakan berulang-ulang akan menjadi baik (menurut dirinya). Tanpa menyadari bahwa itu justru memperburuk hubungan horizontal dan vertikalnya.

Ya Rabb, teguhkanlah iman kami. Sejukkanlah hati kami dengan embun kasih-Mu. Tetapkanlah hati kami pada agama-Mu, wahai zat yang membolak balikkan hati. Amin Ya Rabb..


Wallah A'lam Bishowab!!

CATATAN SANTRI PEMIKIR
Mahmoud Al-Amir
26/07/10

This entry was posted on Senin, 26 Juli 2010 at 22.38 and is filed under , , . You can follow any responses to this entry through the comments feed .

0 komentar

Posting Komentar