Hukum Musik & Nyanyian Menurut pandangan Islam.  

Posted by Unknown in

Musik dan nyanyian yang kerap semakin mendalam, mendarah daging di dalam lapisan masyarakat kita saat ini, telah melahirkan keaneka ragaman bentuknya, dari musik jaz, disco, dance, rock, rebana dan masih banyak lagi lainnya
Gendang yang dulunya hanya sendiri tampil di panggung, kini telah berorientasi kembali dan berubah menjadi lebih modern seperti alat musik yang trendi saat ini; gitar, Bas, Drum, Piano. Dengan seperangkat alat musik inilah, banyak dari kita (kawula muda) terhipnotis oleh karenanya, tidak hanya dalam satu sudut pandang negatif saja, bahkan lebih dari pada itu.
Dewasa ini banyak kita saksikan dan kita perhatikan betapa drastisnya perubahan fase pemuda-pemudi saat ini, berawal dari fase yang semula masih bisa di tanggulangi, hingga saat ini, (berubah menjadi sebuah masalah yang sangat serius dan sulit untuk di talangi) dan setelah ditinjau lebih dalam ternyata itu semua tidak jauh dari pada media yang beredar pada saat ini, baik media masa yang mengandung beribu berita yang tidak layak hingga media informatika; TV, Radio dan lain sebagainya, yang banyak karenannya orang terbuai dan lalai akannya, realitanya salah satu layanan yang ikut nimbrung dan menjadi perusak pada saat ini adalah layanan musik yang tidak mendidik, apabila dinilai dari segi lirik dan isinya serta pesan yang tersirat di dalamnya.
Dari sini kita di hadapkan pada beberapa fenomena sebagai bahan diskusi antara lain, Pandangan Al-Quran dan As-Sunnah tentang musik? Apakah Hukum Nyanyian dan Musik sebenarnya ?


B. PEMBAHASAN

A. Pandangan Al –Qur’an Dan As sunnah

Allah Ta'ala berfirman:
"Dan di antara manusia (ada) yang mempergunakan lahwul hadits untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan menjadikan jalan Allah itu bahan olok-olokan." (Luqman: 6)

Sebagian besar mufassir berkomen-tar, yang dimaksud dengan lahwul hadits dalam ayat tersebut adalah nyanyian. Hasan Al Basri berkata, ayat itu turun dalam masalah musik dan lagu.
Allah berfirman kepada setan: "Dan hasunglah siapa yang kamu sanggupi di antara mereka dengan suaramu." Maksudnya dengan lagu (nyanyian) dan musik.

Rasulullah SAW telah bersabda:
"Kelak akan ada dari umatku beberapa kaum yang menghalalkan zina, sutera, minuman keras dan musik." (HR. Bukhari dan Abu Daud)

Dengan kata lain, akan datang suatu masa di mana beberapa golongan dari umat Islam mempercayai bahwa zina, memakai sutera asli, minum-minuman keras dan musik hukumnya halal, padahal semua itu adalah haram.
Adapun yang dimaksud dengan musik di sini adalah segala sesuatu yang menghasilkan bunyi dan suara yang indah serta menyenangkan. Seperti kecapi, gendang, rebana, seruling, serta berbagai alat musik modern yang kini sangat banyak dan beragam. Bahkan termasuk di dalamnya jaros (lonceng, bel, klentengan).

"Lonceng adalah nyanyian setan." (HR. Muslim)
Padahal di masa dahulu mereka hanya mengalungkan klentengan pada leher binatang. Hadits di atas menunjukkan betapa dibencinya suara bel tersebut. Penggunaan lonceng juga berarti menyerupai orang-orang nasrani, di mana lonceng bagi mereka merupakan suatu yang prinsip dalam aktivitas gereja.

Imam Syafi'i dalam kitabnya Al Qadha' berkata:
"Nyanyian adalah kesia-siaan yang dibenci, bahkan menyerupai perkara batil. Barangsiapa memperbanyak nyanyian maka dia adalah orang dungu, syahadat (kesaksiannya) tidak dapat diterima."

• Nyanyian Di Masa Kini:

Kebanyakan lagu dan musik pada saat ini diadakan dalam berbagai pesta juga dalam tayangan televisi dan siaran radio. Mayoritas lagu-lagunya berbicara tentang asmara, kecantikan, ketampanan dan hal lain yang lebih banyak mengarah kepada problematika biologis, sehingga membangkitkan nafsu birahi terutama bagi kawula muda dan remaja. Pada tingkat selanjutnya membuat mereka lupa segala-galanya sehingga terjadilah kemaksiatan, zina dan dekadensi moral lainnya.
Lagu dan musik pada saat ini tak sekedar sebagai hiburan tetapi sudah merupakan profesi dan salah satu lahan untuk mencari rizki. Dari hasil menyanyi, para biduan dan biduanita bisa membangun rumah megah, membeli mobil mewah atau berwisata keliling dunia, baik sekedar pelesir atau untuk pentas dalam sebuah acara pesta musik.
Tak diragukan lagi hura-hura musik baik dari dalam atau manca negara sangat merusak dan banyak menimbulkan bencana besar bagi generasi muda. Lihatlah betapa setiap ada pesta kolosal musik, selalu ada saja yang menjadi korban. Baik berupa mobil yang hancur, kehilangan uang atau barang lainnya, cacat fisik hingga korban meninggal dunia. Orang-orang berjejal dan mau saja membayar meski dengan harga tiket yang tinggi. Bagi yang tak memiliki uang terpaksa mencari akal apapun yang penting bisa masuk stadion, akhirnya merusak pagar, memanjat dinding atau merusak barang lainnya demi bisa menyaksikan pertunjukan musik kolosal tersebut.
Jika pentas di mulai, seketika para penonton hanyut bersama alunan musik. Ada yang menghentak, menjerit histeris bahkan pingsan karena mabuk musik. Para pemuda itu mencintai para penyanyi idola mereka melebihi kecintaan mereka kepada Allah Ta'ala yang menciptakannya, ini adalah fitnah yang amat besar.
Tersebutlah pada saat terjadi perang antara Bangsa Arab dengan Yahudi tahun 1967, para pembakar semangat menyeru kepada para pejuang: "Maju terus, bersama kalian biduan fulan dan biduanita folanah ... ", kemudian mereka menderita kekalahan di tangan para Yahudi yang pendosa.
Semestinya diserukan: "Maju terus, Allah bersama kalian, Allah akan menolong kalian." Dalam peperangan itu pula, salah seorang biduanita memaklumkan jika mereka menang maka ia akan menyelenggarakan pentas bulanannya di Tel Aviv, ibukota Israel -padahal biasanya digelar di Mesir.
Sebaliknya yang dilakukan orang-orang Yahudi setelah merebut kemenangan adalah mereka bersimpuh di Ha'ith Mabka (dinding ratapan) sebagai tanda syukurnya kepada Tuhan mereka.
Semua nyanyian itu hampir sama, bahkan hingga nyanyian-nyanyian yang bernafaskan Islam sekalipun tidak akan lepas dari kemungkaran. Bahkan di antara sya'ir lagunya ada yang berbunyi:
"Dan besok akan dikatakan, setiap nabi berada pada kedudukannya ...
Ya Muhammad inilah Arsy, terimalah ..."
Bait terakhir dari sya'ir tersebut adalah suatu kebohongan besar terhadap Allah dan Rasul-Nya, tidak sesuai dengan kenyataan dan termasuk salah satu bentuk pengutusan terhadap diri Rasul Shallallahu 'Alaihi Wasallam, padahal hal semacam itu dilarang.

B. Kiat Mengobati virus nyanyian dan musik :

Di antara beberapa langkah yang dianjurkan adalah:
Jauhilah dari mendengarnya baik dari radio, televisi atau lainnya, apalagi jika berupa lagu-lagu yang tak sesuai dengan nilai-nilai akhlak dan diiringi dengan musik. Di antara lawan paling jitu untuk menangkal ketergantungan kepada musik adalah dengan selalu mengingat Allah dan membaca Al Qur'an, terutama surat Al Baqarah. Dalam hal ini Allah Ta'ala telah berfirman:
"Sesungguhnya setan itu lari dari rumah yang di dalamnya dibaca surat Al Baqarah." (HR. Muslim)

"Hai manusia sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan sebagai penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman."(Yunus: 57)

Membaca sirah nabawiyah (riwayat hidup Rasul SAW) , demikian pula sejarah hidup para sahabat beliau.

C. Musik Dan Nyanyian Dalam Pandangan Islam.

Para ulama berbeda pendapat dalam menanggapi permasalahan musik dan nyanyian ini. Di antara mereka ada yang menghalalkan, memakruhkan, bahkan mengharamkannya. Di bawah ini pemakalah memaparkan tentang pendapat para ulama yang mengharamkan dan menyeru kepada kaum muslim agar menjauhi bahkan menghancurkan hal-hal yang berbau musik dan nyanyian

DALIL –DALIL GOLONGAN YANG MENGHARAMKAN NYANYIAN DAN SANGGAHAN TERHADAPNYA.

Golongan yang mengharamkan nyanyian berdalil dengan riwayat dari Ibnu Mas’ud dan Ibnu Abbas serta sebagian tabiin, bahwa mereka mengharamkan nyanyian dengan argumentasi firman Allah:

“ Dan di antara manusia (ada) orang yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna untuk menyesatkan ( manusia) dari jalan Allah itu olok-olokkan. Mereka akan memperoleh azaab yang menghinakan.”(luqman:6)

Mereka menafsirkan Lahwul-hadits ( perkataan yang tidaka berguna) ini dengan nyanyian.
Dalam kaitan ini Ibnu Hazm berkomentar :
“Argumentasi ini tidak benar karena:
Pertama: Tidak ada hujjah bagi seseorang selain Rasulullah SAW.
Kedua: Pendapat mereka ini di tentang oleh para sahabat dan tabiin yang lain.
Ketiga: Nash itu sendiri membatalkan argumentasi mereka dengannya, karena dalam ayat itu disebutkan: “ Diantara manusia ada orang yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna untuk menyesatkan manusia dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan menjadikan jalan Allah itu olok –olokan.”
Orang yang demikian sifatnya adalah kafir, tanpa di perselisihkan lagi, karena ia menjadikan jalan Allah olok –olokan.
Dan andaikata seseorang membeli mushaf untuk menyesatkan manusia dari jalan Allah dan menjadikannnya olok-olokan, sudah barang tentu dia kafir hukumnya. inilah yang di cela oleh Allah SWT, dan Allah Azza Wajalla sama sekali tidak mencela orang yang mempergunakan Lahwul-hadits untuk hiburan dan bersenang –senang tanpa maksud untuk menyesatkan manusia dari jalan Allah.
Denagan demikian batallah penyandaran mereka terhadap perkataaan (pendapat ) orang–orang yang saya sebutkan sebelumnya. Demikian pula dengan orang, yang dengan sengaja melupakan shalat karena ia sibuk membaca al quran atau membaca kitab-kitab hadits, atau melakukan pengkajian terhadapnya, atau karena sibuk memperhatikan kekayaannya, atau dengan nyanyian dan lain-lainnya, maka dia adalah fasiq dan melanggar kepada Allah Ta’ala. Tetapi bila dengan berbagai kesibukannaya, seperti yang disebutkan tadi—dia tidak mengabaikan sedikit pun kewajibannya, maka dia dinilai berbuat baik.”




GOLONGAN YANG MENGHALALKAN NYANYIAN.

Ada beberapa nyanyian yang diperbolehkan yaitu:
1). Menyanyi pada hari raya. Hal itu berdasarkan hadits A'isyah:

"Suatu ketika Rasul Shallallahu 'Alaihi Wasallam masuk ke bilik 'Aisyah, sedang di sisinya ada dua orang hamba sahaya wanita yang masing-masing memukul rebana (dalam riwayat lain ia berkata: "... dan di sisi saya terdapat dua orang hamba sahaya yang sedang menyanyi."), lalu Abu Bakar mencegah keduanya. Tetapi Rasulullah malah bersabda: "Biarkanlah mereka karena sesungguhnya masing-masing kaum memiliki hari raya, sedangkan hari raya kita adalah pada hari ini." (HR. Bukhari)
2). Menyanyi dengan rebana ketika berlangsung pesta pernikahan, untuk
menyemarakkan suasana sekaligus memperluas kabar pernikahannya. Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda:
"Pembeda antara yang halal dengan yang haram adalah memukul rebana dan suara (lagu) pada saat pernikahan." (Hadits shahih riwayat Ahmad). Yang dimaksud di sini adalah khusus untuk kaum wanita.

3).Nasyid Islami (nyanyian Islami tanpa diiringi dengan musik) yang disenandungkan saat bekerja sehingga bisa lebih membangkitkan semangat, terutama jika di dalamnya terdapat do'a.
Rasulullah SAW menyenandungkan sya'ir Ibnu Rawahah dan menyemangati para sahabat saat menggali parit. Beliau bersenandung:
"Ya Allah tiada kehidupan kecuali kehidupan akherat maka ampunilah kaum Anshar dan Muhajirin."
Seketika kaum Muhajirin dan Anshar menyambutnya dengan senandung lain:
"Kita telah membai'at Muhammad, kita selamanya selalu dalam jihad."
Ketika menggali tanah bersama para sahabatnya, Rasul Shallallahu 'Alaihi Wasallam juga bersenandung dengan sya'ir Ibnu Rawahah yang lain:
"Demi Allah, jika bukan karena Allah, tentu kita tidak mendapat petunjuk, tidak pula kita bersedekah, tidak pula mengerjakan shalat.
Maka turunkanlah ketenangan kepada kami, mantapkan langkah dan pendirian kami jika bertemu (musuh)
Orang-orang musyrik telah men durhakai kami, jika mereka mengingin-kan fitnah maka kami menolaknya."
Dengan suara koor dan tinggi mereka balas bersenandung:
"Kami menolaknya, ... kami menolaknya." (Muttafaq 'Alaih)

Adapun pernikahan, maka disyariatkan di dalamnya untuk membunyikan alat musik
rebana disertai nyanyian yang biasa dinyanyikan untuk mengumumkan suatu
pernikahan, yang di dalamnya tidak ada seruan maupun pujian untuk sesuatu yang
diharamkan, yang dikumandangkan pada malam hari khusus bagi kaum wanita guna
mengumumkan pernikahan mereka agar dapat dibedakan dengan perbuatan zina,
sebagaimana yang dibenarkan dalam hadits shahih dari Nabi SAW.
Sedangkan genderang dilarang membunyikannya dalam sebuah pernikahan, cukup hanya
dengan memukul rebana saja. Juga dalam mengumumkan pernikahan maupun melantunkan lagu yang biasa dinyanyikan untuk mengumumkan pernikahan tidak boleh menggunakan pengeras suara, karena hal itu dapat menimbulkan fitnah yang besar, akibat-akibat yang buruk, serta dapat merugikan kaum muslimin. Selain itu, acara nyanyian tersebut tidak boleh berlama-lama, cukup sekedar dapat menyampaikan pengumuman nikah saja, karena dengan berlama-lama dalam nyanyian tersebut dapat melewatkan waktu fajar dan mengurangi waktu tidur. Menggunakan waktu secara berlebihan untuk nyanyian (dalam pengumuman nikah tersebut) merupakan sesuatu yang dilarang, dan merupakan perbuatan orang-orang munafik.




D.PENUTUP

Sebuah hukum dalam satu permasalahan tidak dapat di ketahui dengan menerka-nerka dan kelakar, tidak pula dengan hadits dhaif, dan tidak juga semata-mata yang termaktub dalam kitab terdahulu. Tetapi pengharaman suatu masalah hanya dapat di ketahui melalui nash yang shahih dan yang sharih, atau ijma’ yang muktabar dan shahih. Kalaulah tidak terdapat yang demikian, maka daerah kemaafan dan kebolehan itu adalah luas, dalam hal ini, Imam Malik r.a. berkata:

“ Tidak ada sesuatu yang paling berat bagi saya dari pada saya di Tanya suatu masalah, halal atau haram, karena ini adalah sesuatu yang qathi (pasti) dalam hukum Allah. saya dapati ahli-ahli ilmu di negri kami, jika di Tanya tentang suatu masalah, seaka –akan mereka sedang dihadapkan dengan kematian. sementara saya lihat orang–orang pada zaman kita sekarang ini suka berbicara tentang fatwa, dan seandainya mereka mengetahui apa yang bakal mereka hadapi, niscaya mereka akan menyedikitkan hal ini. Adapun Umar bin khattab, Ali, dan sahabat –sahabat besar lainnya, apabila menghadapi persoalan-persoalan --padahal mereka adalah sebaik-baik generasi kenabian Nabi Muhammad Saw. Mereka mengumpulkan sahabat–sahabat yang lain ( barang kali ada informasi dari Nabi Saw. Yang mereka ketahui, atau bagaimana pandangan mereka mengenai masalah ini), kemudian mereka tetapkan fatwa mengenai masalah tersebut. Sedangkan orang–orang zaman sekarang suka membanggakan diri, yang dengan demikian terbukalah bagi mereka pintu kezaliman menurut kadar ukuran masing –masing.”

Itulah dalil–dalil golongan yang mengharamkan nyanyian, yang telah gugur satu persatu, sehingga tidak ada satupun dalil yang kuat, untuk mendukung masalah ini. Apabila tiada dalil yang mengharamkan, maka tetaplah hukum nyanyian itu pada asalnya, yaitu: “ Mubah ”, tanpa diragukan lagi. Seandainya tidak ada satupun nash atau dalil yang mendukungnya, maka dengan gugur dalil-dalil yang mengharamkannya sudah cukup untuk menentukan kemubahannya. Dalam artian kata bernyanyi itu diperbolehkan hanya saja dengan syarat bahwasannya kata-kata, instrumennya, serta pesan yang tersirat di dalamnya tidak mengundang terhadap hal yang negatif, yang akan mengundang nafsu birahi.
Para ulama islam telah membuat ketetapan bahwa pada asalnya segala sesuatu itu boleh, berdasarkan firman allah:

“Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi ini untuk kamu..”(al –baqarah:29)

Tidak ada sesuatu yang diharamkan kecuali dengan nash yang shahih dan sharih (jelas) dari kitab Allah atau sunnah Rasulullah Saw atau ijma’ yang sah dan menyakinkan. Apabila tidak terdapat nash (Al-Qur’an dan Sunnah) atau ijma’, atau terdapat nash yang sharih (jelas) tetapi tidak shahih, atau shahih tetapi tidak sharih, yang mengharamkan sesuatu, maka yang demikian itu tidak mempengaruhi kehalalannya, dan tetaplah ia dalam batasan kemaafan yang luas. Allah berfirman:
“….Sesungguhnya Allah telah menjelasakan kepadamu apa yang di haramkan-Nya atas kamu, kecuali apa yang terpaksa kamu memakannya (melakukannya).” (al-A’nam:119)

Dan Rasulullah SAW bersabda:
“ Apa yang di halalkan Allah dalam kitabnya adalah halal, dan apa yang di haramkan-Nya adalah haram, dan apa yang didiamkan-Nya adalah dimaafkan, maka terimalah kemaafan dari Allah, karena sesungguhnya Allah tidak lupa terhadap sesuatupun.” Kemudian beliau membaca ayat (Maryam: 64”): “ Dan tidak sekali-kali RAbb-mu itu lupa.”
Dan Sabda beliau lagi :

“ Sesungguhnya Allah telah menetukan kewajiban-kewajiban. Maka janganlah kamu menyia–nyiakan, dan menetapkan batas-batas (larangan). Maka janganlah kamu melanggarkannya, dan ia diamkan beberapa perkara sebagai rahmat buat kamu, bukan karena lupa, maka janganlah kamu mencari-carinya.”







E.DAFTAR PUSTAKA

Al-Quranul Karim.
WWW. Almanhaj.or.id/content/1429/slash/0
Al-Qardhawi, Yusuf, Fatwa-fatwa kontemporer, cet : 8. Jakarta: Gema Insani Press, 2005
Khalid, Bahaya Mode, cet : 1. Jakarta: Gema Insani Press, 1993.
Diposkan oleh El-Ahmady1809 di 21:22 0 komentar
Label: Makalah

This entry was posted on Senin, 19 Oktober 2009 at 08.27 and is filed under . You can follow any responses to this entry through the comments feed .

1 komentar

Anonim  

Aduh2...gimana ini...apa perlu saya hapus semua musik yang ada di rumah saya dan membuang semua music player????

20 Maret 2010 pukul 01.17

Posting Komentar