Mempromosikan orang lain lewat tulisan, Apa gunanya sih?  

Posted by Unknown in ,

Berawal dari sebuah komentar dari seorang teman difb, yang mengatakan bahwa saya suka sekali menuliskan kisah orang sukses, saya suka sekali mempromoin orang lain lewat tulisan-tulisan saya. Menanggapi hal tersebut, menimbulkan pertanyaan besar bagi saya yang akhirnya mendorong saya untuk menuliskan kembali alasan saya melakukan hal itu. Sebelumnya saya sangat berterima kasih sekali dengan tanggapan teman saya tersebut karena dengan itu saya mendapatkan ide dan jalan untuk kembali menulis. Karena sebelumnya saya sempat bingung untuk memulai menulis dengan tema apa, akibat banyaknya tulisan-tulisan yang masuk ke beranda profil saya untuk dikomentari sedangkan saya sendiri belum menuliskan kisah apapun untuk dapat diceritakan. Sungguh ini adalah kesyukuran bagi saya mendapatkan ide menulis dari komentar dan tanggapan-tanggapan orang kepada saya. Karena saya menganggap komentar orang itu adalah doa bagi saya untuk lebih baik lagi dalam hal apapun itu. Karena hidup tanpa komentar ataupun respon orang ibarat hidup tanpa sebuah arti, tidak memiliki pengaruh dan kontribusi dalam pengembangan diri. Jadi tak salah ada hadist Rasul yang mengatakan bahwa "Al-Kalaamu Huwa Ad-duaa'" Perkataan itu adalah doa. Tapi perkataan yang bagaimana dapat dikategorikan dengan doa'?, itu tergantung bagaimana kita menanggapi perkataan atau komentar tersebut bermanfaat bagi kita, atau malam sebaliknya menurunkan semangat hidup kita. Jadi perlu adanya kaca mata positif tatkala menanggapi sebuah perkataan atau omongan orang terhadap kita agar tidak dipandang sebelah mata.

Kembali kepada maksud tulisan saya ini, saya akan mengambil dua opsi dari apa yang saya dapatkan dengan komentar teman saya tadi. yang mana dua opsi tersebut saya sajikan berupa dua pertanyaan yang menggandrungi pikiran saya saat ini.

1.Apa sih gunanya saya mempromosikan kesuksesan seseorang kepada orang-lain?

Nah, pertanyaan ini menjadi pembahasan bagi saya untuk menjelaskan bahwa , Untuk apa saya sering menuliskan kisah-kisah ataupun perkataan orang-orang tertentu disetiap tulisan saya? mengapa tidak kisah saya sendiri saja? sedangkan orang yang diceritakan pun tidak memberikan imbalan sama sekali kepada saya. Toh, orang tersebut tidak mengenali saya sama sekali?. Pertanyaan pertama menimbulkan pertanyaan-pertanyaan lain yang akhirnya menambah semangat saya untuk lebih meluaskan pandangan saya mengenai hal ini. Saya teringat kepada satu ayat Al-Quran dalam surat Yusuf ayat-3 yang menuturkan "Kami menceritakan kepadamu kisah yang paling baik dengan mewahyukan Al-Quran ini kepadamu, dan sesungguhnya kamu sebelum (kami mewahyukan) nya adalah termasuk orang-orang yang belum mengetahui. Dalam hal ini, kita mendapati bahwa Al-Quran sebagai kitab sekaligus petunjuk bagi kita umat muslim seringkali menceritakan kisah-kisah orang yang terdahulu yang bisa kita ambil pelajaran darinya dan menjadi bahan renungan yang patut kita teladani. Baik-buruknya dapat dijadikan permisalan dalam kehidupan sehari-hari bahkan untuk jaman yang tidak ada lagi keraguan baginya (Yaumul Mii'ad). Adakalanya kita merenungi untuk apa Al-Quran mengkisahkan hal tersebut, toh Allah sebagai Tuhan kita saja melakukan hal itu, yakni menceritakan kembali perjuangan para rasulnya dan juga para salafusshaleh yang mana hal itu mungkin tidak ada manfaat bagi-Nya sebagai Pencipta yang Maha Kuasa terhadao segala hal. Bisa saja Ia hanya menceritakan dirinya sebagai Tuhan dalam proses penciptaan-Nya terhadap Makhluk-makhluknya, meciptakan seluruh alam semesta beserta isinya. Hanya Ia yang Maha Esa, tanpa dibantu oleh makhluk-makhluknya sedikitpun. Namun sekali lagi, anggapan tersebut telah jauh-jauh hari Allah jelaskan dengan Ayatnya " Maka kami jadikan yang demikian itu peringataan bagi orang-orang di masa itu, dan bagi mereka yang datang kemudian, serta menjadi pelajaran bagi orang-orang yang bertaqwa "Qs. 2: 66. Hal itu diperkuatkan dengan dijadikannya surat Al-Qoshos (Kisah-kisah) sebagai surah yang banyak kita dapati dengan kisah-kisah para Rasul-Nya.
Oleh karenanya inilah yang melandasi saya untuk selalu menceritakan dan mempromosikan orang-orang tertentu yang mungkin kiranya dapat dijadikan permisalan(Uswatun Hasanah) tanpa mengenyampingkan potensi yang saya miliki.

Mungkin dapat dikategorikan egois jikalau saya selalu menyebut-nyebutkan diri saya sendiri, baik itu prestasi ataupun hal-hal lain yang mungkin bisa saja dijadikan pelajaran.Sah-sah saja kita menceritakn diri sendiri tapi diwaktu yang tepat pula, karena terkdang kita menyampaikan tidak diwaktu dan moment yang tepat, bisa saja orang tersebut belum mengenal kita, bisa saja ia memandang status kita, latar belakang kita, ataupun bagraund kita. Kalau ada orang yang tidak mengenal kita bisa saja ia mengatakan dengan perkataan yang membuat kita cenderung pesimis, "emang siapa sih loe, berani-beraninya ceritain diri loe yang tak sebarapa tuh". Itu mungkin anggapan yang salah, karena ia belum mengetahui jati diri kita sebenarnya. Nah, itulah yang selalu menjadi bahan muhasabah diri saya agar tidak terjebak kepada membanggakan diri sendiri diwaktu yang tidak tepat bagi saya untuk menceritakannya, karena Allah sendiri melarang hal tersbut dengan ayatnya yang berbunyi "Kabura maqtan 'inda Allahi An taquulu maa la tafa'aluun" kemarahan besar Allah kepada orang-orang yang berbicara namun tidak melaksanakannya. Saya teringat dengan sebuah ungkapan arab yang berbunyi "Likulli maqomin maqolun, walikulli maqolin maqomun", setiap tempat itu ada pembahasan (pembicaraan) yang terpat untuk dibicarakan, dan setiap pembicaraan itu ada tempat yang tepat untuk membicarakan suatu hal. Saya ingin memporsikan diri sebagai pembelajar yang msaih harus beljar, baik itu dari pengalaman, ataupun hal-hal yang disampaikan dan dialami oleh orang lain. Untuk apa saya menggembar-gemborkan diri, toh saya sendiri masih harus banyak mengintropeksi diri agar lebih baik lagi, ketika saya telah mencapai waktunya saya akan berusaha menceritakan apa yang saya alami itu dan mudah-mudahan menjadi pembelajaran bagi orang lain, bukan untuk tempo yang lama, bahkan kalau saja hari ini ada hal yang baik untuk diceritakan apa salahnya, tidak harus menunggu untuk jangka waktu yang panjang. Dilain hal, ketika saya menceritakan kesuksesan orang lain baik itu sikap dan pengalaman mereka. secara tidak langsung saya merasa tenggelam dengan apa yang mereka alami, baik itu perjuangan mereka dalam merentas karir, cobaan demi cobaan yang silih berganti, bahkan bagaimana mereka menjadi sesosok publik figur yang diteladani. Itu semua saya rasakan tatkala saya mencoba mengkisahkan pengalaman mereka satu persatu. Mengenai mereka kenal tidaknya kepada diri saya bukan menjadi pikiran yang menggandrungi, karena hal tersebut hanya akan mengkucilkan potensi yang kita miliki.

2.Apa manfaatnya mempromosikan kesuksesan orang lain bagi saya ?

Adakalanya kita harus selalu mengintropeksi diri, agar segala yang kita dapat dan alami menjadi bahan renungan yang nantinya dapat kita kisahkan kembali kepada orang lain. Pastinya pengalaman itu hendaklah bersifat membangun dan berpengaruh bagi orang lain, khususnya bagi diri sendiri kedepannya dalam mengembangkan segala potensi yang kita miliki bersama.
Jadi tak salah Dr. Stephen R. Covey, Penulis buku best seller 7 habits of Highly Effective People yang
menuturkan bahwa "Yang paling pribadi justru merupakan yang paling umum". Apa yang menjadi pengalaman pribadi akan menjadi pelajaran yang dapat di'itibarkan kepada orang lain, terlebih pengalaman tersbut dari kalangan orang-orang yang telah banyak memberikan kontribusi kepada masyarakat luas. Karena masing-masing kita sebagai makhluk-Nya yang dikaruniakan berbagai potensi dan kemampuan pastinya memliki pengalaman-pengalaman yang berbeda-beda. Baik pengalaman apapun itu, walaupun kadang hampir sama cobaan yang diberikan oleh Allah, namun bagaimana cara pandang kita menanggapinya itulah semestinya yang harus diketahui bersama.
Dalam bukunya Jamil Azzaini menuturkan bahwa kita sebagai manusia merupakan masterpiece "sebuah karya" dari Sang Maha Karya. Kita diciptaan hanya seorang, dan pastinya terbatas. Sesuatu yang terbatas sudah barang tentu amatlah berharga dan tidak ada nilai bandingnya. Nah, dari penyadaran inilah semestinya kita menjadikan diri menjadi manusia paripurna (insan kamil) karena memang hakikatnya kita adalah makhluk-Nya yang paling sempurna. Nah, Sudahkah kita menggunakan kesempurnaan itu untuk hal-hal yang sesuai dengan diri kita. Tepatkah kita merasa terkucilkan diri dari potensi yang kita miliki itu ?.


Bagi saya menceritakan kesuksesan orang lain adalah hal yang bermanfaat bagi saya untuk memotivasi semangat saya mencapai kesempurnaan tadi. Adakalanya orang merasa putus asa, tatkala gagal meraih sesuatu yang diimpikan. Ada pula yang merasa dirinya sial tatkala mencoba sesuatu, dan yang paling naif sekali seandainya merasa bahwa Tuhan tidak adil membagikan karunianya kepadanya dirinya tersbut. Oleh karena itu, ada baiknya jika kita membaca dan mengkaji pengalaman orang yang telah sukses melewati masa-masa kritisnya(putus asa, terkucilkan, patah semangat, tidak percaya diri dll), agar dapat menjadi bahan perbandingan sekaligus pelajaran yang mungkin kiranya kita jadikan panduan dalam melangkah. Dan alangkah lebih baik lagi seandainya kita menceritakan hal tersebut kepada orang selain kita yang sedang mengalami penyakit-penyakit hati tersebut. alias mengkisahkan dalam bentuk tulisan agar mudah dipahami dan dikisahkan kembali setelahnya. Dengan menuliskannya kembali maka kita secara tidak langsung telah mewariskan ilmu yang berharga itu untuk jangka yang lebih panjang. Sebagaimana para ulama' terdahulu yang telah menuliskan sebagian ilmunya dan diabadikan, sehingga kita masih mendapati dan membacanya untuk sekarang ini.

Saya yakin dengan menceritakan pengalaman dan kesuksesan orang lain akan berdampak positif kepada diri, dan orang lain, minimal menceritakannya kepada anak cucu kita nantinya. Pastinya anak-cucu kitapun akan mengingat cerita tersebut, bahwa dulu ibu-bapaknya atau kakek neneknya telah menceritakan kisah-kisah orang sukses. Kita akan merasakan hukum timbal balik yang saya yakini akan berdampak kepada diri saya, dan juga teman-teman. Yang mana tatkala kita sukses nanti, kita akan diceritakan dan dipromosikan banyak orang. karena dengan mempromosikan orang itu kita lebih menjunjung rasa hormat-menghormati antara satu sama lain dan tidak cenderung jatuh pada sikap egois yang hanya menjunjung diri sendiri saja. Tanpa mengucilkan rasa percaya diri kita terhadapa potensi yang kita miliki, dengan menceritakannya kembali kepada orang lain. Tanpa ada unsur provokasi ataupun menjilat lidah kepada orang lain, semestinya kita lakukan di bawah batas kewajaran. Karena kalau terlalu berlebihan juga tidak bagus untuk dikonsumsi hal layak, karena akan menimbulkan kebencian, juga rasa hasud dengan apa yang kita lakukan dengan mendewakan orang-orang tertentu. Masih dalam batas kewajaran, marilah kita mempromosikan diri orang lain atau menceritakannya kepada asumsi masyarakat luas tanpa harus berlebihan, yang dengannya suatu hari nanti kita akan merasakan hal yang sama. Karena hukum timbal balik pastinya berlaku, tanpa harus mengharap lebih dari apa yang kita lakukan itu. Dan semestinya apa yang kita sampaikan hendaklah sesuai fakta, jangan sampai kita terlarut untuk terus memuji kesuksesan orang lain tanpa menyadari potensi yang kita miliki bersama.

Semoga apa yang saya tuliskan ini bermanfaat, dan apabila banyak kekhilafan ataupun kekurangan agar kiranya diberi masukkan, agar tidak menjadi kesalahpahaman nantinya.

Mohon saran dan kritiknya...!!!

This entry was posted on Kamis, 11 Maret 2010 at 23.10 and is filed under , . You can follow any responses to this entry through the comments feed .

0 komentar

Posting Komentar