Mengabdi Dan Merindu Ilmu  

Posted by Unknown in ,


rasa rindu itu menjamah hatiku...
hinggakan luluh bertumpuh dipengaduan-Mu

rasa rindu itu merajut jiwaku
satukan aku dan pesona-Mu......
syahdu...

izinkan ku memetik pelita-Mu
izinkan ku menjadi hamba...
orang yang mengajariku satu huruf
dengan ilmu..



(Alasan kita meninggalkan kampung halaman adalah karena kita cinta ilmu. Seorang pencinta ilmu ini lah yang benar-benar rela dan berani meninggalkan keluarga demi ILMU yang mulia dan sangat berharga. Bahkan, sang kekasihpun akan dia tinggalkan demi ILMU. Karena yang kekal menemaninya nanti adalah ILMUnya, bukan KEKASIHnya. Lihat lah apa yang dikatakan oleh Ibn Qayyim al-Jauziyyah dalam bukunya "Raudhat al-Muhibbin" (Taman Para Pecinta). Dia menyatakan, "Sungguh, para pecinta ilmu itu sangat rindu dan sangat mabuk kepayang kepada ilmu. Lebih dari kerinduan dan mabuk kepayangnya kepada kekasihnya sendiri. Dan kebanyakan mereka tidak peduli dengan sosok manusia yang sangat ganteng (cantik) sekalipun." Dia pun menambahkan, "Sekiranya ilmu itu digambarkan dalam bentuk manusia. Niscaya dia akan lebih indah dan cantik dari matahari dan bulan.")

Membaca sebuah artikel yang direfleksikan oleh Ust.Qosim Nurseha yang berjudul BER-ILMU III, ini, membuat hati saya sejenak merenung dan terhenyuk dari sebuah penyadaran yang kelam. Artikel itu menghidupkan sinyal kerinduan yang meradang dihati yang terdalam akan sebuah kata yang kini kunantikan dan kurindukan. Setelah 8 bulan lamanya belum melanjutkan pendidikan keperguruan tinggi, karena harus menjalani masa pengabdian di Ma'had. Saya mengingat kembali masa-masa tatkala saya menjadi santri dulu, meninggalkan sanak saudara hanya ingin meraih kemandirian hidup, tak elak kehidupan ala santri menjadi sebuah rutinitas bagi saya juga teman-teman agar menjalaninya sepenuh hati. Mungkin bagi teman-teman yang merasakan hal yang sama akan mengenang pengalaman ini, menjadi kisah yang tidak akan lepas dari ingatan. Menerima sangsi hukuman tatkala melanggar disiplin, terlambat shalat, tidak berbahasa resmi, tidak makan tepat waktu, tidak memakai papan nama dan masih banyak lagi, yang mana itu adalah rintangan-rintangan awal selama masa pendidikan. Termotivasi akan peribahasa arab "Man Jadda Wajada" barang siapa bersungguh-sungguh maka akan mendapat. Terutama ketika mengetahui bahwa seorang pemaksiat itu akan sukar menerima ilmu, karena ilmu itu diibaratkan seperti cahaya, dan cahaya itu asalnya dari Allah. Maka Allah enggan memberikan cahaya-Nya itu kepada pemaksiat (kisah Imam syafi'i ketika ingin menuntut ilmu). Tak jarang pula untuk menghindari hal itu perlu memperbanyak ibadah dan shalat nawafil lainnya agar senantiasa mendapat petunjuk dari-Nya. Sahiral lail, Shahbatul Ustadz , (berteman dengan guru), Katsratul Suali, menjadi alternatif yang manjur untuk mempermudah datangnya ilmu tersbut. Karena tanpa usaha, doa, ikhtiyar, dan tawakkal, akan sulit terasa menghadapi kesemuanya itu. Hanya karena merindu ilmulah ghirah untuk melakukan segala usaha digali, hingga kini saya harus melihat kembali hal itu kepada adik-adik pejuang baru dibumi wakaf ini, sekan memori itu kembali berputar untuk sekedar merajut kembali asa yang sempat lelah dengan waktu.

"Menuntut Ilmu ditanah kenabian" itulah cita-cita saya yang senantiasa tersave di file "Penantian" selama masa pengabdian dima'had. Mungkin selama ini penantian itu hanya dapat saya refleksikan dalam setiap tulisan yang terpostingkan, sebagai tanda setia dengan kata "Merindu Ilmu". Namun pada hakikatnya kerinduan itu telah mengkokohkan pendirian akan makna perjuangan, untuk kembali mengejawantahkan ilmu yang saya miliki dengan menebarkannya kembali kepada para pejuang baru yang mudah-mudahan dapat berjuang fii sablillah, menegakkan kalimatillah menuju ridho-Nya. Walaupun mungkin Allah belum memberikan kesempatan itu, dan bisa saja ada jalan selain ini yang telah direncanakan oleh-Nya yang mungkin pula lebih baik dari keinginanku sekarang ini. Saya akan tetap menjaga rasa rindu saya untuk menuntut ilmu ditanah perjuangan para nabi.

Saya belum mampu menafkahkan lebih dengan ilmu yang seadanya ini, karena kerinduan akan menuntut ilmu, menghauskan otak saya agar lebih banyak melangkah demi meneguk nikmatnya telaga ilmu. Namun dengan ilmu seadanya ini pula, harapan untuk memberikan lebih banyak ilmu, menggejolak dengan dahsyatnya, walaupun hanya sekedar memberikan informasi saja. Saya berharap dengan itu saya bisa menyumbangkan sekelumit cahaya ilmu yang dimiliki. Mengingat bahwa memberi itu lebih baik dari pada menerima, ilmu berbagi itu lebih bermanfaat dari pada ilmu berkali (dalam hal ilmu). Maka tak salah jika pengabdian ini menjadi lahan bagi saya untuk memfokuskan kepada ilmu berbagi, baik itu ilmu ataupun pengalaman pribadi.

Saya teringat malam ini, ada seorang adik santri kelas VI Fauzan hidayat menghampiri saya sehabis shalat Isya' dan bertanya perihal bagaimana pandangan saya mengenai cara melanjutkan study setamat di Ma'had. Ia mengetahui bahwa saya mengikuti program murasalah ke Universitas Madinah, lantas ia menanyakan bagaimana kelanjutan dari mengikuti program tersebut. Saya hanya berkelakar simpul, bahwa saya juga belum tahu mengenai kelanjutannya, saya baru mengirimnya dengan ke-lima teman yang kebetulan memiliki niatan sama kepada salah seorang alumni ma'had sendiri dan dalam proses menunggu pengumuman. Tepatnya masih tahap berusaha, berdoa, dan bertawakkal. Namun saya mencoba menjelaskan lebih, sekedar memberikan pandangan dan informasi kepadanya, baik itu memilih universitas diluar negeri atapun didalam negeri yang menurut saya sama saja, tergantung orang yang bersekolah dan menjalaninya. Tidak ada bedanya mengenai standarisasi keilmuan. Yang membedakannya adalah kemauan, pengalaman dan wawasan dalam berpikir. Banyak membaca banyak ilmu, banyak berusaha banyak pula pendapatannya, banyak berdoa maka semakin dekatlah apa yang ingin diraih. Saya memotivasinya untuk segera memilih yang terbaik bagi dirinya, karena dikelas VI akhir pengajaran inilah waktunya untuk memilih yang terbaik. bukan masih memilah dan memilih yang mana hendak dituju, karena itu seharusnya sudah dipikirkan dan dipersiapkan jauh hari. Akhirnya saya pinjamkan kepadanya buku Jamil Azzaini "Tuhan Inilah Proposal Hidupku" yang telah mengubah paradigma berpikir saya untuk segera merancang proposal hidup. Agar ia menyadari bahwa apa yang telah saya rasakan dan baca dari buku itu menjadi panduan baginya kelak merancang tujuan hidup.

Begitulah sekilas kisah malam ini yang saya rasakan yang dapat terelisasikan lewat tulisan ini, agar kiranya kerinduan menuntut ilmu senantiasa terjaga selama masa pengabdian. Mudah-mudahan teman-teman juga termotivasi untuk senantiasa merindu ilmu seperti apa yang Ibn Qoyyim Al -Jauziyyah katakan :

و اما عشاق العلم فاعظم شغفا به و عشقا له من كل عاشق بمعشو قه


bahwa " Para perindu ilmu itu sangat merindukan ilmu daripada para pecinta terhadap orang yang dicintainya"

Semoga bermanfaat!!

Mohon saran dan kritikkannya...

This entry was posted on Minggu, 14 Maret 2010 at 20.47 and is filed under , . You can follow any responses to this entry through the comments feed .

0 komentar

Posting Komentar